PENDIDIKAN PANCASILA (MATERI 9)

 A. Etika Dalam Kehidupan Kekaryaan, Kemasyarakatan, Dan Kenegaraan

Secara etimologi “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti watak, adat ataupun kesusilaan. Jadi etika pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu kesediaan jiwa seseorang untuk senantiasa patuh kepada seperangkat aturan-aturan kesusilaan (Kencana Syafiie, 1993). Dalam konteks filsafat, etika membahas tentang tingkah laku manusia dipandang dari segi baik dan buruk. Etika lebih banyak bersangkut dengan prinsip-prinsip dasar pembanaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Selanjutnya etika dalam kehidupan kekaryaan, kemasyarakatan, dan kenegraan dapat dibagi menjadi dua yaitu etika sebagai tolak ukur dan etika sebagai moral negara.

  1. Tolak Ukur

Berdasarkan tolak ukur untuk menilai baik buruknya suatu produk hukum yang dibuat oleh lembaga pembuat Undang-Undang ialah nilai Pancasila sendiri. Lembaga yang ditugasi untuk mengadakan evaluasi atau pengontrolan Mahkamah Agung ditingkat perundang-undangan, Komisi Konstitusi di tingkat UUD. Aspek kehidupan bernegara mencakup banyak hal, baik bidang ideologi politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Pancasila sebagai nilai moral, dalam pelaksanaanya harus tampak dalam aspek-aspek kehidupan.

  1. Moral Negara

Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara mengamanatkan bahwa moral Pancasila juga menjadi moral negara, artinya negara tunduk pada moral, negara wajib megamalkan moral Pancasila. Seluruh tindakan kebijakan negara harus disesuaikan dengan Pancasila. Seluruh perundang-undangan wajib mengacu pada Pancasila. Nilai-nilai Pancasila menjadi pembimbing dalam pembuatan policy. Sebagai moral negara, Pancasila mengandung kewajiban-kewajiban moral bagi negara Indonesia, yaitu antara lain :

  • Sila Pertama Yaitu Ketuhanan YME

Pengertian sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa adalah negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk pemeluk dan beribadat sesuai dengan iman agama maing-masing. Negara harus berusaha meberantas praktek-praktek keagamaan yang tidak baik dan mengganggu kerukunan hidup bermasyarakat. Negara wajib memberi peluang sama kepada setiap agama untuk berdakwah, mendirikan tempat ibadah, ekonomi, dan budaya. Menjadi politis negara yaitu mengayomi, membimbing dan mengantar warganya menuju kehidupan yang lebih baik sebagaimana yang dicita-citakan (alenia IV Pembukaan UUD 1945).

  • Sila Kedua Yaitu Kemanusian Yang Adil dan Beradab

Pengertian sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah negara memperlakukan setiap orang sebagai manusia, menjamin dan menegakkan hak-hak dan kewajiban asasi. Negara wajib menjamin semua warga negara secara adil dengan membuat UU yang tepat dan melaksanakannya dengan baik dan negara harus ikut bekerja sama dengan bangsa dan bernegara lain membangun dunia yang lebih baik, dan lain-lain.

  • Sila Ketiga Yaitu Persatuan Indonesia

Pengertian sila ketiga Persatuan Indonesia adalah negara harus tetap menjunjung tinggi suatu asas Bhineka Tunggal Ika. Menolak atas faham primordialisme (sukuisme,daeraisme,separatisme). Memperjuangkan kepentingan nasional. Bangsa sebagai Indonesia, Menentang chauvinisme, kolonialisme, sebaliknya mengembangkan pergaulan antar bangsa.

  • Sila Keempat Yaitu Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanan Dalam Permusyawaratan atau Perwakilan.

Pengertian sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan atau Perwakilan adalah untuk  Mengakui dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Meningkatkan partisipasinya dalam proses pembangunan. Mendengarkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan menghormati perbedaan pendapat, menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.

  • Sila Kelima Yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pengertian sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah bahwa setiap warga Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sesuai dengan UUD 1945, maka keadilan sosial itu mencakup pula pengertian adil dan makmur.

Sila-sila dalam pancasila merupakan satu kesatuan integral dan integrative menjadikan dirinya sebagai sebagai referensi kritik sosial kritis, komprehensif, serta sekaligus evaluatif bagi etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Konsekuensi dan implikasinya ialah bahwa norma etis yang mencerminkan satu sila akan mendasari dan mengarahkan sila-sila lain. Dalam kekaryaan bukanlah dunia yang selalu mulus dan nyaman untuk dijalani banyak resiko yang dihadapi, yang menuntut pemikiran yang cermat, banyak jebakan yang menekan jiwa dan perasaan pelakunya. Pada dasarnya manusia adalah mahluk individu dan mahluk sosial, dalam kehidupan manusia berinteraksi satu dengan yang lainnya, individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, dan dalam berinteraksi perlu adanya etika.

Sesuai Tap MPR No. VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika kehiddupan berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal dan nilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam pancasila sebagai acuan dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

  1. Etika Kehidupan Berbangsa (Tap MPR No 01/MPR/2001)
  2. Tanda-Tanda Mundurnya Pelaksanaan Etika Berbangsa
  • Konflik sosial berkepanjangan
  • Berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam kehidupan sosial
  • Melemahnya kejujuran dan sikap amanah
  • Pengabaian ketentuan hukum dan peraturan
  1. Faktor-Faktor Penyebab Mundurnya Pelaksanaan Etika

Faktor internal :

  • Lemahnya penghayatan dan pengamalan agama
  • Sentralisasi di masa lalu
  • Tidak berkembangnya pemahaman/penghargaan kebinekaan
  • Ketidakadilan ekonomi
  • Keteladanan tokoh/pemimpin yang kurang
  • Penegakan hukum yang tidak optimal
  • Keterbatasan budaya lokal merespon pengaruh dari luar
  • Meningkatnya prostitusi, media pornografi, perjudian dan narkoba

Faktor Eksternal :

  • Pengaruh globalisasi
  • Intervensi kekuatan global dalam panutan kebijakan nasional

B. Evaluasi Kritis Terhadap Penerapan Etika di Indonesia

Memberi evaluasi terdapat etika dalam kaitannya dengan nilai dan norma yang sesuai yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan etika Practical. Maka penjelasan dari etika deskriftif, etika normatif dan etika practical dibawah ini. Etika Deskriptif adalah suatu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidupnya. Dalam etika ini membicarakan mengenai penghayatan nilai, tanpa menilai, dalam suatu masyarakat tentang sikap orang dalam menghadapi hidup dan tentang kondisi-kondisi yang mungkin manusia bertindak secara etis, Etika Normatif adalah etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dan tindakan apa yang seharusnya diambil. Dalam etika ini terkandung norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana yang ada dalam norma-norma. Sesuai dengan pola pendekatan etika kritis dan rasionel, etika menuntun orang untuk mengambil sikap dalam hidup.

Etika Practical adalah suatu etika yang sadar pada saat memperlakukan etika supaya sesuai dengan status dan kemampuan manusia dalam menyikapinya. Dengan etika deskriptif, manusia disodori fakta sebagai dasar mengambil putusan tentang sikap dan perilaku yang akan diambil, sedangkan etika normatif manusia diberi norma sebagai alat penilai atau dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan dan etika practical lebih kepada manusia untuk melakukan tindakatan agar sesuai dengan tujuan atau yang di inginkan.

C. Analisis Kasus Etika Dalam Kekaryaan (Plagiat) Di Indonesia (Kontra)

Plagiat merupakan suatu tindakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat merupakan suatu tindakan pidana dikarenakan mencuri hak cipta dari orang lain. Orang melakukan plagiat dapat dikatan sebagai plagiator, tindakan yang dilakukan oleh para plagiator bias mendapatkan hukuman berat, namu seiring berjalannya waktu seolah masyarakat tidak memperdulikan kembali resiko yang akan diterimanya apabila melakukan tindakan plagiat tersebut. Hokum yang telah berjalan pada Negara kita seolah diabaikan, pemerintah-pun seolah tidak menindak tegas pelaku plagiat yang semakin banyak berkeliaran di Negara ini. Perilaku ini dapat amat sangat merugikan bagi pemilik hak cipta tersebut dan bahkan juga sangat merugikan bangsa baik secara moral dan ekonomi karna royalti yang seharusnya diterima oleh para pemilik hak cipta tersebut tidak didapatkannya dan para plagiator dengan seenaknya menjiplak dan memperbanyak karya tersebut tanpa sepengetahuan pemilik hak cipta tersebut. Seharusnya pemerintah harus bertindak tegas dan menindak para plagiator dengan hukuman yang telah berlaku di negaga ini, dan tidak membiarkan para plagiator semakin banyak berkembang dinegara ini.

Tinggalkan komentar