Etika Politik dan Analisis Kebijakan Kenaikan BBM (Pendidikan Pancasila-Materi 8)

A. Pengertian Etika Politik

Secara substantive pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa  maupun Negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didsarkan kepada hakekat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bias berkembang kearah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh penguasa atau rezim yang otoriter, yang memaksakan kehendak kepada manusia tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada hak-hak dasar kemanusiaan. Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seorang yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia (Suseno, 1987:15). Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti :

1. Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negra (John Locke)
2. Kebebasan berfikir dan beragama (Locke)
3. Pembagian kekuasaan (Locke, Montesque)
4. Kedaulatan rakyat (Roesseau)
5. Negara hukum demokratis/repulikan (Kant)
6. Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
7. Keadilan sosial

Tujuan etika politik adalah mengarahkan ke hidup baik, bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil (Paul Ricoeur, 1990). Definisi etika politik membantu menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur yang ada. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam bernegara. Pengertian etika politik dalam perspektif Ricoeur mengandung tiga tuntutan, pertama, upaya hidup baik bersama dan untuk orang lain…; kedua, upaya memperluas lingkup kebebasan…, ketiga, membangun
institusi-institusi yang adil. Tiga tuntutan itu saling terkait. “Hidup baik bersama dan untuk orang lain” tidak mungkin terwujud kecuali bila menerima pluralitas dan dalam kerangka institusi-institusi yang adil. Hidup baik tidak lain adalah cita-cita kebebasan: kesempurnaan eksistensi atau pencapaian keutamaan. Institusi-institusi yang adil memungkinkan perwujudan kebebasan dengan menghindarkan warganegara atau kelompok-kelompok dari saling merugikan. Sebaliknya, kebebasan warganegara mendorong inisiatif dan sikap kritis terhadap institusi-institusi yang tidak adil. Pengertian kebebasan yang terakhir ini yang dimaksud adalah syarat fisik, sosial, dan politik yang perlu demi pelaksanaan
kongkret kebebassan atau disebut democratic liberties: kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan sebagainya.

Dalam definisi Ricoeur, etika politik tidak hanya menyangkut perilaku individual saja, tetapi terkait dengan tindakan kolektif (etika sosial). Dalam etika individual, kalau orang mempunyai pandangan tertentu bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Sedangkan dalam etika politik, yang merupakan etika sosial, untuk dapat mewujudkan pandangannya dibutuhkan persetujuan dari sebanyak mungkin warganegara karena menyangkut tindakan kolektif. Maka hubungan antara pandangan hidup seseorang dengan tindakan kolektif tidak langsung, membutuhkan perantara. Perantara ini berfungsi menjembatani pandangan pribadi dengan tindakan kolektif. Perantara itu bisa berupa simbol-simbol maupun nilai-nilai: simbol-simbol agama, demokrasi, dan nilai-nilai keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan sebagainya. Melalui simbol-simbol dan nilai-nilai itu, politikus berusaha meyakinkan sebanyak mungkin warganegara agar menerima pandangannya sehingga mendorong kepada tindakan bersama. Maka politik disebut seni karena membutuhkan kemampuan untuk meyakinkan melalui wicara dan persuasi, bukan manipulasi, kebohongan, dan kekerasan. Etika politik
akan kritis terhadap manipulasi atau penyalahgunaan nilai-nilai dan simbol-simbol itu. Ia berkaitan dengan masalah struktur sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang dapat mengkondisikan tindakan kolektif.

 B. Penerapan Etika Politik di Indonesia

Ada dasar yang fundamental dalam memfungsikan sistem politik yang memadai.  Beberapa saran penerapan etika politik di Indonesia, adalah sebagai berikut.

  1. Pertama, membuat masyarakat menjadi kritis.

Franklyn Haiman (1958) mensyaratkan adanya peningkatan kapasitas rasional manusia.

Upaya persuasi seperti kampanye politik, komunikasi pemerintah, periklanan, dan lain-lain, merupakan suatu teknik untuk memengaruhi penerima dengan menghilangkan proses berfikir sadarnya dan menanamkan sugesti atau penekanan pada kesadaran, agar menghasilkan perilaku otomatis yang tidak reflektif. Seruan motivasional dan emosional juga kerap digunakan dalam mempengaruhi rasional massa. Pemilihan kata, kerap tidak mempertimbangkan rasa keadilan. Habermas (1967) mengatakan bahwa bahasa juga merupakan sarana dominasi dan kekuasaan. Monopoli pada pilihan kata, terutama karena akses ruang publik lebih terbuka pada politisi, menimbulkan peluang penyimpangan kepentingan. Upaya penggerakan logika instant ini tidak etis. Intinya, seorang politisi yang berusaha diterima pandangannya secara tidak kritis, dia juga dapat dipandang sebagai pelanggar etika politik yang ideal. Jadi manusia harus diajar berfikir, menganalisa dan mengevaluasi informasi dengan rasio dan mampu mengontrol emosinya. Dengan demikian dapat menghasilkan suatu pemikiran terbaik dengan analisa kritis.

  1. Kedua,  mengembangkan kebiasaan meneliti.

Semua pihak: masyarakat (melalui LSM), media massa, perguruan tinggi, politisi atau penguasa, sebaiknya mengembangkan kebiasaan meneliti. Peningkatan rasionalitas pada masyarakat selayaknya dibarengi dengan kemauan politisi dalam bersikap adil ketika memilih dan menampilkan fakta dan data secara terbuka. Pengetahuan tentang realitas sebaiknya mencerminkan kenyataan real yang dibutuhkan. Informasi yang ditampilkan adalah informasi yang paling relevan dan selengkap mungkin memfasilitasi kemampuan rasional publik. Dan data yang dibutuhkan masyarakat, tidak boleh diselewengkan atau disembunyikan. Ketika banyak pihak terbiasa meneliti dan terekspos oleh data, penyelewengan data akan berkurang. Keterbukaan akses informasi ini, memfasilitasi masyarakat, mengamati politisi dalam membuat keputusan yang akurat. Bagi politisi sendiri, ada baiknya mempertimbangkan peringatan Wallace untuk menanyakan hal ini pada diri sendiri, ”Apakah saya memberi kesempatan khalayak saya untuk membuat pernilaian dengan adil, tanpa menutup-nutupi data?”.

  1. Ketiga, kepentingan umum daripada pribadi atau golongan.

Politisi hendaknya mengembangkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan. ”Motif pribadi atau golongan, atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kolektif oleh publik, sungguh suatu tindakan tercela”. Pertanyaan yang dapat diangkat adalah: ”Apakah saya melupakan amanah yang telah diberikan oleh khalayak pada saya?” Ajakan suci ini memang membutuhkan gerakan hati dari politisi. Dan hati adalah ranah personal dari seorang individu. Namun, masyarakat memiliki hak sebagai eksekutor. Ada atau tidak adanya politisi tersebut duduk di singasana politik. Meski butuh waktu lima tahunan.

  1. Keempat, menghormati perbedaan.

Etika politik juga dapat dilaksanakan dengan menghormati perbedaan pendapat dan argumen. Meski diperlukan adanya kerjasama dan kompromi, nilai dasar hati nurani, perlu menjadi batasan pembuatan kebijakan. Menurut Wallace, ”Kita tidak perlu mengorbankan prinsip demi kompromi. Kita harus lebih suka menghadapi konflik daripada menerima penentraman” ini merupakan hal yang penting karena secara budaya, Indonesia adalah negara kolektifis yang kerap mementingkan harmonisasi. Bagi masyarakat, keaktifan dalam berekspresi dan mengungkapkan pendapat sebaiknya disambut dengan lebih aktif memanfaatkan ruang publik yang tersedia. Bagi politisi, ada baiknya memperhatikan pertanyaan Wallace ini: ”Bisakah saya dengan bebas mengakui kekuatan dan bukti serta argumen yang bertentangan dan masih mengajukan sebuah pendapat yang menampilkan keyakinan saya?”

  1. Kelima, penerapan hukum.

Penerapan etika politik sebaiknya didasari hukum. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang mungkin sekali mempunyai kepentingan berlawanan. Politisi, dibantu oleh pengawasan masyarakat, sebaiknya mampu memfasilitasi dan mengatur kepentingan-kepentingan kelompok dengan membangun institusi-institusi yang adil. Pengeksklusifan pada suatu kelompok dapat membuahkan keberuntungan bagi yang satu dan kemalangan bagi yang lain. Pengelolaan hukum dengan prosedur yang baik, dapat mengontrol dan menghindarkan semaksimal mungkin penyalahgunaan. Keadilan tidak diserahkan kepada politisi, tapi dipercayakan kepada prosedur yang memungkinkan pembentukan sistem hukum yang menjamin pelaksanaan keadilan. Jadi ketika politisi melakukan pelanggaran, prosedur hukum secara otomatis dan transparan, dapat diberlakukan pada politisi, tanpa adanya rekayasa.

  1. Keenam,mengurangi privasi.

Salah satu upaya pelaksanaan etika politik, menurut Dennis F Thompson (1987), adalah dengan mengurangi privasi pejabat negara. Menurutnya, para pejabat sesungguhnya bukan warga negara biasa. Mereka memiliki kekuasaan atas warga negara, dan bagaimanapun, mereka merupakan representasi dari warga negara. Perbedaan-perbedaan signifikan antara pejabat negara dan warga negara membuat berkurangnya wilayah kehidupan pribadi (privacy) para pejabat negara. Karenanya, privacy pejabat negara tidak harus dijaga, bila perlu dikorbankan untuk menjaga keutuhan demokrasi dan menjaga kepercayaan warga negara. Kebijakan-kebijakan politik yang diambil, sebesar dan atau seluas apa pun, sedikit banyak, berpengaruh bagi kehidupan warga negara. Jadi layaklah bila masyarakat tahu secara detail, mengenai kehidupan pejabat-pejabat negara. Pengetahuan tersebut merupakan bagian dari garansi dan kontrol publik yang membuat warga negara menaruh kepercayaan pada pejabat negara yang telah dipilihnya. Warga negara harus punya keyakinan bahwa pejabat negara yang dipilihnya benar-benar memiliki fisik yang sehat dan pribadi yang jujur. Meski orang mungkin berubah, namun perlu ada jaminan awal bahwa politisi tersebut berpotensi untuk tidak mempergunakan kekuasaan dan kewenangan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya.

  1. Ketujuh,

Penerapan etika politik dapat berjalan dengan mulus, bila semua pihak menyandarkan keyakinan pada agama. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaklah menjadi jiwa dalam kehidupan tiap individu. Etika dan moral politisi akan rusak ketika tidak dihubungkannya agama dengan politik. Padahal, keduanya adalah satu kesatuan integral bagai jiwa dan raga. Iman, adalah percaya pada Tuhan Yang Maha Esa.  Bila politisi mempercayakan diri pada Tuhan sebagai pemilik dirinya, tempat kembalinya, pengatur manusia, pemberi amanah, penguasa keputusan hidup dan tempat berawal dan berakhirnya segala sesuatu, diharapkan setiap politisi memiliki arahan yang terbenar.

  1. Kedelapan, terbukanya ruang publik.

Perlu diperbanyak ruang publik yang memberi kesempatan politisi dan masyarakat saling berkomunikasi. Contohnya wadah seperti the Fatwa Center (tFC), yang merupakan salah satu upaya real menyediakan akses bagi interaksi tadi. Terbukanya kesempatan berbagi antartokoh, politisi, media, akademisi, birokrat, mahasiswa dan masyarakat lainnya memberi penyegaran-penyegaran edukatif pada semua pihak. Selain itu mengurangi prasangka atau peluang terjadinya pelanggaran etika politik. Wadah seperti The Fatwa Center juga diharapkan:

1) Dapat memberi ruang terbuka pada peningkatan rasional dan daya kritis publik.

2) Mempersiapkan calon politisi untuk menjadi politisi beretika,

3) Mengingatkan politisi untuk beretika.

Semua pihak akan diuntungkan. Politisi yang beretika, diuntungkan dengan adanya masyarakat yang terdidik. Masyarakat juga diuntungkan, dengan politisi yang beretika. Pada masyarakat yang tidak terpelajar, maka politisi yang tidak beretika masih tetap ada. Ongkos sosial juga tinggi, diantaranya: banyaknya intrik, masyarakat dikorbankan, kemajuan Indonesia juga tidak signifikan.

 C. Analisis Kebijakan Kenaikan BBM (Pro)

Kenaikkan BBM!!

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dilakukan oleh pemerintah menimbulkan berbagai spekulasi serta penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Berbagai masyarakat bahkan banyak mahasiswa yang melakukan aksi protes atas tindakan pemerintah untuk menaikkan harga bbm dengan cara mendemo agar BBM bersubsidi tidak jadi dinaikkan. Kontrofersi kenaikan BBM ini sudah menjadi rutinitas tahunan bagi pemerintah, bukan kali ini saja harga bbm mengalami kenaikan, pada tahun-tahun sebelumnya kasus ini juga sudah terjadi. Alasan pemerintah menikkan harga BBM bersubsidi bukanlah untuk menambah penderitaan bagi rakyatnya, namun justru pemerintah ingin menyelamatkan perekonomian rakyat. Kebutuhan akan bahan bakar minyak sangatlah tinggi, namun pada kenyataannya produksi minyak kita masih terbatas. Pemerintah juga tidak serta merta hanya asal menaikkan harga bbm dan tidak memikirkan nasib rakyat yang tidak mampu atau dapat dikatakan miskin, namun banyak program pemerintah yang memberikan kompensasi bagi rakyatnya yang tidak mampu seperti program Kartu Sakti yang terdiri Kartu Indonesia Pintar yang diperuntukkan bagi para anak bangsa yang berprestasi namun tidak mampu untuk mengenyam pendidikin, Kartu Indonesia Sehat bagi warga yang kurang mampu agar dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, Kartu Keluarga Sejahtera, selain itu pemerintah juga memberikan Kredit Usaha Rakyat yang dapat memberikan pinjaman modal bagi rakyat, dan berbagai program pemerintah lainnya.

Pemerintah memberikan pernyataan bahwa “70% subsidi BBM dinikmati oleh orang kaya yang bermobil” dan bukanlah rakyat lainnya, dengan adanya kenaikkan harga BBM bersubsidi setidaknya dapat menurunkan tingkat produktifitas volume kendaraan yang semakin tinggi yang juga menimbulkan kemacetan yang cukup parah. Sebagai masyarakat sebaiknya kita tidak hanya melihat dari sisi sebelah atas tindakan pemerintah dalam menaikkan harga bbm bersubsidi ini saja, cobalah kita melihat dari sisi positifnya seperti dengan adanya kenaikan BBM volume kendaraan yang sudah cukup banyak ini dapat berkurang, kendaraan umum kembali diminati oleh masyarakat sehingga tidak menimbulkan kemacetan panjang lagi, selain itu dengan berkurangnya volume kendaraan ini dapat melindungi bumi kita dari yang namanya pemanasan global (Global Warming) karena hamper sekitar 40% penyebab dari pemanasan global ini ditimbulkan dari asap-asap kendaraan. Pemerintah mengartikan apabila anggaran subsidi BBM ditekan maka aka nada ruang viskal yang lebih besar untuk program kerja yang lain dengan adanya penekanan anggaran subsidi ini akan dialihkan kepada sektor yang lebih produktif seperti subsidi pestisida (pupuk) pada petani, subisidi mesin dan solar pada nelayan, serta sektor mikro menengah. Hal yang dilakukan oleh pemerintah ini hanya untuk menyelamatkan perekonomian negara dan demi kemajuan bangsa, selain itu kenaikkan ini juga banyak memberikkan dampak positif kedepannya bagi bangsa.

Pancasila Dalam Etika Politik (Pendidikan Pancasila-Materi 7)

A. Pengertian Etika

Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika yaitu, Etika Umum dan Etika Khusus.

  1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Pemikiran etika beragam, tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung didalamnya.
  2. Etika khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut diatas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik  sebagai individu (etika individual) maupun makhluk sosial (etika sosial). Etika khusus dibagi menjadi 2 macam yaitu Etika Individual dan Etika Sosial.
  3. Etika Individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.
  4. Etika Sosial membahas norma-norma sosial yang harus dipatuhi dalam hubungannya dengan manusia, masyarakat, bangsa dan Negara.

B. Hubungan Etika dengan Ilmu Filsafat

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengkaji segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Bagian-bagiannya meliputi:

  1. Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang nyata,
  2. Kosmologia yaitu kajian tentang alam,
  3. Logika yaitu pembahasa tentang cara berpikir cepat dan tepat,
  4. Etika yaitu pembahasan tentang tingkah laku manusia,
  5. Teologi yaitu pembahasan tentang ketuhanan,
  6. Antropologi yaitu pembahasan tentang manusia.

Dengan demikian, jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi karena ilmu tersebut kian meluas dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat.Demikian juga etika, dalam proses perkembangannya sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri.   Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat.

Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibnu Sina memberi petunjuk dalam pemikiran filsafat terhadap bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep ilmu etika.

Ibn Khaldun dalam melihat manusia mendasarkan pada asumsi-asumsi kemanusiaan yang sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran Islam. Ia melihat sebagai mekhluk berpikir. Oleh karena itu, manusia mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian pada berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban. Dalam pemikiran ilmu, Ibn Khaldun tampak bahwa manusia adalah makhluk budaya yang kesempurnaannya baru akan terwujud manakla ia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ini menunjukan tentang perlunya pembinaan manusia, termasuk dalam membina etika. Gambaran tentang manusia yang terdapat dalam pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan yang amat berguna dalam merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina manusia, memperlakukannya, dan berkomunikasi dengannya. Dengan cara demikian akan tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan kehidupan yang aman dan damai.

Etika sebagai cabang filsafat dapat dipahami bahwa istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk. Etika memiliki objek yang sama dengan filsafat, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia. Filsafat sebagai pengetahuan berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya berdasarkan pikiran. Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia filsafat ilmu, jika memikirkan etika jadilah filsafat etika.

C. Hakikat Etika Filsafat

Etika filsafat sebagai cabang ilmu, melanjutkan kecenderungan seseorang dalam hidup sehari-hari. Etika filsafat merefleksikan unsur-unsur tingkah laku dalam pendapat-pendapat secara sepontan. Kebutuhan refleksi itu dapat dirasakan antara lain karena pendapat etik tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Etika filsafat dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma susila atau dari sudut baik atau buruk. Dari sudut pandang normatif, etika filsafat merupakan wacana yang khas bagi perilaku kehidupan manusia, dibandingkan dengan ilmu lain yang juga membahas tingkah laku manusia.

Etika filsafat termasuk salah satu cabang ilmu filsafat dan malah dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Dalam konteks filsafat yunani kuno etika filsfat sudah terbentuk terbentuk dengan kematangan yang mengagumkan. Etika filsafat merupakan ilmu, tetapi sebagai filsafat ia tidak merupakan suatu ilmu emperis, artinya ilmu yang didasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah meniggalkan fakta. Ilmu-ilmu itu bersifat emperis, karena seluruhna berlangsung dalam rangka emperis (pengalaman inderawi) yaitu apa yang dapat dilihat, didengar, dicium, dan dirasakan. Ilmu emperis berasal dari observasi terhadap fakta-fakta dan jika ia berhasil merumuskan hukum-hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum itu harus diuji lagi dengan berbalik kepada fakta-fakta. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain, etika filsafat tidak membatasi gejala-gejala konkret. Tentu saja, filsafat berbicara juga tentang yang konkret, kadang-kadang malah tentang hal-hal yang amat konkret, tetapi ia tidak berhenti di situ.

Pada awal sejarah timbulnya ilmu etika, terdapat pandangan bahwa pengetahuan bener tentang bidang etika secara otomatis akan disusun oleh perilaku yang benar juga. Itulah ajaran terkenal dari sokrates yang disebut Intelektualisme Etis. Menurut sokrates orang yang mempunyai pengetahuan tentang baik pasti akan melakukan kebaikan juga. Orang yang berbuat jahat, dilakukan karena tidak ada pengetahuan mendalam mengenai ilmu etika, makanya ia berbuat jahat. Apabila dikemukakan secara radikal begini, ajaran itu sulit untuk dipertahankan. Bila orang mempunyai pengetahuan mendalam mengenai ilmu etika, belum terjamin perilakunya baik. Orang-orang yang hampir tidak mendapat pendidikan di sekolah, tetapi selalu hidup dengan perilaku baik dengan sangat mengagumkan. Namun demikian, ada kebenarannya juga dalam pendapat sokrates tadi, pengethuan tentang etika merupakan suatu unsur penting, supaya orang dapat mencapai kematangan perilaku yang baik. Untuk memperoleh etika baik, studi tentang etika dapat memberikan suatu kontribusi yang berarti sekalipun studi itu sendiri belum cukup untuk menjamin etika baik dapat terlaksana secara tepat.

Etika filsafat juga bukan filsafat praktis dalam arti ia menyajikan resep-resep yang siap pakai. Buku etika tidak berupa buku petunjuk yang dapat dikonsultasikan untuk mengatasi kesulitan etika buruk yang sedang dihadapi. Etika filsafat merupakan suatu refleksi tentang teman-teman yang menyangkut perilaku. Dalam etika filsafat diharapkan semua orang dapat menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, tanggung jawab, nilai, norma, hak, kewajiban, dan keutamaan.

Di kalangan orang-orang kebanyakan, sering kali etika filsafat tidak mempunyai nama harum. Banyak uraian etika filsafat dianggap tidak jauh dari kenyataan sesungguhnya, itulah hakikat filsafat mengenai etika. Disini tidak perlu diselidiki sampai dimana prasangka itu mengandung kebenaran. Tetapi setidak-tidaknya tentang etika sebagai cabang filsafat dengan mudah dapat disebut dan disetujui relevansinya bagi banyak persoalan yang dihadapi umat manusia. Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran melainkan memeriksa kebiasaan, nilai, norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika tidak membiarkan pendapat-pendapat moral yang dikemukakan dipertanggungjawabkan. Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral, sedangkan kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakkan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.

D. Etika Pancasila

Etika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas masalah baik dan buruk. Adapun refleksi filsafati mengajarkan bagaimana tentang moral filsafat mengajarkan bagaimana tentang moral tersebut dapat dijawab secara rasional dan bertanggungjawab.

Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan UUD 1945 alinea keempat. Dalam penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh PPKI ditegaskan bahwa “pokok-pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan (ada empat, yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang adil dan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh. Dan menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.

Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan satu-satunya sumber nilai yang berlaku di tanah air. Dari satu sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan penguasa. Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut melekat pada setiap insane, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan kodrat manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal di wilayah nusantara.

Pancasila sebagai core philosophy bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,   juga meliputi   etika yang sarat dengan nilai-nilai   filsafati;   jika memahami Pancasila tidak dilandasi dengan pemahaman segi-segi filsafatnya, maka yang ditangkap   hanyalah   segi-segi filsafatnya,   maka yang ditangkap hanyalah segisegi fenomenalnya saja, tanpa menyentuh inti hakikinya. Pancasila merupakan hasil kompromi nasional dan pernyataan resmi bahwa bangsa Indonesia menempatkan kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa membedakan antara penganut agama mayoritas maupun   minoritas. Selain   itu juga tidak membedakan   unsur   lain seperti gender,   budaya,   dan daerah.

Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanism, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saka. Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya. Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila kita memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang pada hakikatnya adalah nilai-nilai Pancasila.

Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah Negara yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai sebagai berikut:

  1. Dasar-dasar pembentukan Negara, yaitu tujuan Negara, asas politik Negara (Negara Republik Indonesia dan berkedaulatan rakyat), dan Negara asas kerohanian Negara (Pancasila).
  2. Ketentuan diadakannya undang-undang dasar, yaitu “….. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu undang-undang dasar Negara Indonesia…”. Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum.

Nilai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum mempunyai   hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengna jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk dirubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Tataran nilai yang terkandung   dalam Pancasila sesuai dengan system nilai dalam kehidupan manusia.   Secara   teoritis nilai-nilai Pancasila dapat dirinci menurut jenjang dan jenisnya.

  1. Menurut jenjangnya sebagai berikut: a. Nilai Religius, Nilai ini menempati nilai yang tertinggi dan melekat / dimiliki Tuhan Yang Maha Esa yaitu nilai yang Maha Agung, Maha Suci, Absolud yang tercermin pada Sila pertama Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. b.Nilai Spiritual, nilai ini melekat pada manusia, yaitu budi pekerti, perangai, kemanusiaan dan kerohanian yang tercermin pada sila kedua Pancasila yaitu ”Kemanusiaan yang adil dan beradab”. c. Nilai Vitalitas, nilai ini melekat pada semua makhluk hidup,   yaitu mengenai daya hidup, kekuatan hidup dan pertahanan hidup semua makhluk. Nilai ini tercermin pada sila ketiga dan keempat dalam Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia” dan “Kerakyatan   yang   dipimpin   oleh   hikmah   kebijaksanaan   dalam permusyawaratan / perwakilan”. d. Nilai Moral, nilai ini melekat pada prilaku hidup semua manusia, seperti asusila, perangai, akhlak, budi pekerti, tata adab, sopan santun, yang tercermin pada sila kedua Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan Beradab”. e. Nilai Materil, nilai ini melekat pada semua benda-benda   dunia.   Yang wujudnya   yaitu jasmani,   badani,   lahiriah,   dan kongkrit.   Yang tercermin   dalam sila   kelima Pancasila yakni “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
  2. Menurut jenisnya sebagai berikut: a. Nilai Ilahiah, nilai yang dimiliki Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada manusia yaitu berwujud harapan, janji, keyakinan, kepercayaan, persaudaraan, persahabatan. b. Nilai Etis, nilai yang dimiliki dan melekat pada manusia,   yaitu berwujud keberanian, kesabaran, rendah hati, murah hati, suka menolong, kesopanan, keramahan. c. Nilai Estetis, nilai yang melekat pada semua makhluk duniawi, yaitu berupa keindahan, seni, kesahduan, keelokan, keharmonisan. d. Nilai Intelek, nilai yang melekat pada makhluk   manusia,   berwujud   ilmiah, rasional, logis, analisis, akaliah. Selanjutnya secara konsepsional nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila terdiri dari nilai dasar, nilai instrumental, nilai praksis. e. Nilai dasar, merupakan prinsip yang bersifat sangat Abstrak, umum-universal dan tidak terikat   oleh   ruang   dan   waktu.   Dengan kandungan   kebenaran   bagaikan Aksioma,   berkenaan dengan eksistensi,   sesuai cita-cita,   tujuan,   tatanan dasar dan ciri khasnya yang pada dasarnya tidak berubah sepanjang zaman.

Aktualisasi Pancasila sebagai dasar etika tercermin dalam sila-silanya, yaitu:

  1. Sila pertama:

Menghormati setiap orang atau warga negara atas berbagaikebebasannya dalam menganut agama dan kepercayaannya masing- masing,   serta   menjadikan   ajaran-ajaran   sebagai anutan   untuk   menuntun ataupun mengarahkan jalan hidupnya.

  1. Sila kedua:

Menghormati   setiap orang dan warga negara sebagai pribadi (personal) “utuh sebagai manusia”, manusia sebagai subjek pendukung, penyangga, pengemban, serta pengelola hak-hak dasar kodrati yang merupakan suatu keutuhan dengan eksistensi dirinya secara bermartabat.

  1. Sila ketiga:

Bersikap   dan   bertindak   adil     dalam   mengatasi   segmentasi- segmentasi atau primordialisme sempit dengan jiwa dan semangat “Bhinneka Tunggal Ika”-“bersatu dalam perbedaan” dan “berbeda dalam persatuan”.

  1. Sila keempat:

Kebebasan, kemerdekaan, dan kebersamaan dimiliki dan dikembangkan dengan dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan secara jujur dan terbuka dalam menata berbagai aspek kehidupan.

  1. Sila kelima:

Membina dan mengembangkan masyarakat yang berkeadilan sosial yang mencakup kesamaan derajat (equality) dan pemerataan (equity) bagi setiap orang atau setiap warga negara.

Sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan integral dan integrative menjadikan dirinya sebagai sebagai referensi kritik sosial kritis, komprehensif, serta sekaligus evaluatif bagi etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Konsekuensi dan implikasinya ialah bahwa norma etis yang mencerminkan satu sila akan mendasari dan mengarahkan sila-sila lain.

INTI ISI KELIMA SILA DALAM PANCASILA (PENDIDIKAN PANCASILA MATERI 5)

 A. INTI ISI KELIMA SILA DALAM PANCASILA

Pancasila merupakan ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta yaitu Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Pancasila terdiri atas lima asas moral yang relevan menjadi dasar negara Republik Indonesia. Inti isi dari setiap sila yang terkandung dalam Pancasila yaitu:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa

(1)   Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

(2)   Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

(3)   Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

(4)   Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

(5)   Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang

menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

(6)   Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.

(7)   Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti isi dari Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu menuntut setiap warga negara mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah Pancasila menuntut umat beragama dan kepercayaan untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinan.

  1. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

(1)   Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

(2)   Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.

(3)   Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.

(4)   Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.

(5)   Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.

(6)   Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

(7)   Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

(8)   Berani membela kebenaran dan keadilan.

(9)   Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.

(10) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti isi dari Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab yaitu mengajak masyarakat untuk mengakui dan memperlakukan setiap orang sebagai sesama manusia yang memiliki martabat mulia serta hak-hak dan kewajiban asasi. Dengan kata lain,  ada sikap untuk menjunjung tinggi martabat dan hak-hak asasinya atau bertindak adil dan beradap terhadapnya.

  1. Persatuan Indonesia

(1)   Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

(2)   Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.

(3)   Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.

(4)   Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

(5)   Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

(6)   Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.

(7)   Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti isi dari Sila Ketiga, Persatuan Indonesia yaitu  menumbuhkan sikap masyarakat untuk mencintai tanah air, bangsa dan negara Indonesia, ikut memperjuangkan kepentingan-kepentingannya, dan mengambil sikap solider serta loyal terhadap sesama warga negara.

  1. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

(1)   Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.

(2)   Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.

(3)   Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

(4)   Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

(5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.

(6)   Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.

(7)   Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

(8)   Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.

(9)   Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

(10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti isi dari Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarahan/perwakilan yaitu  mengajak masyarakat untuk bersikap peka dan ikut serta dalam kehidupan politik dan pemerintahan negara, paling tidak secara tidak langsung bersama sesama warga atas dasar persamaan tanggung jawab sesuai dengan kedudukan masing-masing.

  1. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

(1)   Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.

(2)   Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.

(3)   Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

(4)   Menghormati hak orang lain.

(5)   Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.

(6)   Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.

(7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.

(8)   Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.

(9)   Suka bekerja keras.

(10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.

(11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti isi dari Sila Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yaitu mengajak masyarakat aktif dalam memberikan sumbangan yang wajar sesuai dengan kemampuan dan kedudukan masing-masing kepada negara demi terwujudnya kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir dan batin selengkap mungkin bagi seluruh rakyat.

B. Etika Politik Kenegaraan

Dalam kedudukannya sebagai etika politik kenegaraan, ditegaskan bahwa makna lima sila dalam Pancasila:

Sila pertama, negara wajib:

(1)  Menjamin kemerdekaan setiap warga negara tanpa diskriminasi untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya dengan menciptakan suasana yang baik.

(2)  Memajukan toleransi dan kerukunan agama

(3)  Menjalankan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tanggung jawab yang suci.

Sila Kedua, mewajibkan:

(1)  Negara untuk mengakui dan memperlakukan semua warga sebagai manusia yang dikaruniai martabat mulia dan hak-hak serta kewajiban kewajiban asasi

(2)   Semua bangsa sebagai warga dunia bersama-sama membangun di dunia baru yang lebih baik berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial

Sila ketiga mewajibkan negara untuk membela dan mengembangkan Indonesia sebagai suatu negara yang bersatu, memiliki solidaritas yang tinggi dan hidup rukun, membina dan menjunjung tinggi kebudayaan dan kepribadian nasional, serta memperjuangkan kepentingan nasional.

Sila keempat mewajibkan negara untuk mengakui dan menghargai kedaulatan rakyat serta mengusahakan agar rakyat melaksanakan kedaulatannya secara demokratis tanpa diskriminasi melalui wakil-wakilnya. Negara wajib mendengarkan suara rakyat dan memperjuangkan kepentingan seluruh rakyat.

Sila Kelima mewajibkan negara untuk:

(1)  Mengikutsertakan seluruh rakyat dalam kehidupan ekonomi, sosial dan budaya

Membagi beban dan hasil usaha bersama secara proporsional di antara semua warha negara dengan memperhatikan secara khusus mereka yang lemah kedudukannya agar tidak terjadi ketidakadilan serta kewenang-wenangan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

A.  PANCASILA DASAR-DASAR ILMIAH PANCASILA SEBAGAI SATU

     KESATUAN SISTEMATIS DAN LOGI

1. Pengetahuan ilmiah

Pengetahuan ilmiah dapat disebut juga dengan istilah ilmu, ilmu, menurut The Liang Gie (1998:15) merupakan seraingaikan kegiatan manusia dengan peikirian dan menggunakan berbagai tatacara sehingga menghasilkan sekumpulan pengetaahuan yang teratur mengenai genjala-genjala alami, kemasyarakatan, perorangan dan tujuan mencapai kebenaran, memperloleh pengalaman, dan memberilan penjelasan, atau melakukan penerapan. Pengertian ilmu dapat dijelaskan dengan tiga segi yakni kegiatan, tata cara, dan pengatahuan yang teratur sebagai hasil kegiatan.

2. Syarat-syarat pengetahuan ilmiah

Pengetahuan dikatakan ilmiah jika memenuhi sayarat-sayarat ilmiah :

  • Berobyek

Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek materia. Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek material pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek materia non empiris non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.

Bermetode

Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah satu metode adalah “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi historis” serta metode “pemahaman penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.

3) Bersistem

Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian saling berhubungan baik hubungan interelasi (saling hubungan maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.

4) Universal

Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.

Tingkatan Pengetahuan Ilmiah Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing.

Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sbb :

  1. Pengetahuan Deskriptif

Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.

  1. Pengetahuan Kausal

Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.

  1. Pengetahuan Normatif

Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.

  1. Pengetahuan Esensial

Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).

Dari pembahasan secara ilmiah ini diketahui bahwa terdapat kesatuan logis dari pancasila. Roseslen Abdul Gani salah sesseorang tokoh BPUPKI menoloak pendapat yang mengatakan bahwa pancasila tidak mempunyai kesatuan logika. Dalam menguatkan posisi argumenya. Abdul Gani mengutip pendapat khain yang mengatkan pancasila adalah sebuah sintesis dari gagasa-gagasan islam modern, ide demokrasi ,sosialisasi, dan gagasan demokrasi asli seperi dijumpai di desa-desa dan didalam komunalisme penduduk asli, juga,bersandar pada pendapat khain, Abdul Gani mengatakan bahwa pancasila adalah satu filsafat social yang sudah dewasa. Konsekuesinya dengan sifat pancasila yang demikian hendaklah dilaksanakan sebaik-baiknya dalam arti disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

  • Pendekatan sejarah

Dengan pendekatan sejarah diharapkan dapat terlihat dengan jelas proses pertumbuhan dan perlembagaan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan (pribadi-masyarakat-negara). Pendekataan sejarah ini perlu mengingat sipat nilai nilai pancasila yang abstrak,sehingga menjadi jelas seakan-akan konkeritlah nilai tersebut dalampikiran kita.

Konkretitasi hal yang abstrak akan sangat menolong memudahkan kita berpikir. disamping hal tersebut sejarah menjabatani jarak waktu dan tempat.misalnya kejadian apa dari zaman seriwijaya dan majapahit. Sudah dapat dipastikan antara kita tidak ada yang mengetahui kejadian-kejadian tersebbut secara factual. Dengan ungkapan sejarah,kejadian-kejadian sekan-akan nyata dalam pikiran kita. Demikan lah kegunaan sejarah sebagai pengetahuan factual dalam arti diketahui sendiri.

Perlu ditegaskan bahwa pembahasan aspek historis bukanlah sama dengan pelajaran ilmu sejarah murni,tetapi terbatas hanya pada pengungkapan fakta sejarah yang ada kaitanya langsung dengan proses pertumbuhan serta pelaksanaan nilai-nilai pancasila.dengan kata lain kita tidak akan mengikutu bagaimana peristiwa terbunuhnya putra mahkota F.ferdinand di sarajewo sebgai permulan pecahnya perang dunia 1, ataupun Hilter Nazi membantai orang-oraang yahudi di erpa dalam perang duunia II ,tetapi hanya membijarakan sejarah yang ada sangkut pautnya dengan pancasila . pembahsan lebih mendalam mengenai pendekatan sejarah ini dapat pelajari pada penjelasan berikutnya.

  • Pendekatan yuridisi kontitutional

Pancasila dari sisi hukum dan hukum katatanegaraan sangatlah penting artinya untukdi pelajari. Hukum mengatur kegiataaan hidup kita sebagai warga masyarakat dan Negara. Pancasila sebagai dasar Negara merupakan sumber dari segala sumber hukum dalam kehidupan bernegara. Dengan demikan hukum haruslah di mengerti dengan baik agar dapat mengamalkan pancasila dengan baik pula.

Sekalilagi hal ini penting untuk dihayati sebab sulit bagai kita bertindak atau berbuat jika tidak mengetahui dengan baik segi-segi hukum dan hukum katatanegaraan dari pancasila dikatakan demikian peraturan perundang-undangan secara herarkhis mengalir dari nilai-nilai pancasila.

  • Pendekatan filosofis

Dalam pendekatan filosofis ini kita tidak membicarakan seluruh ilmu filsafat yang sangat

luas cakupan dan cabang-cabangnya. Tetapi sebagai pengantar ke pendekatan filsafat disini akan didiskripsikan tentang fisafat.

a. Pengertian filsafat

Untuk mengerti istilah perlu ditelusuri etimologinya. Istilah filsafat memiliki pandana kata bahasa arab falsafah, dalam kosakata bahasa inggris philosophy. Ditilik dari penggunaan dalam bahasa yunani terdapat dua pengertian tetapi secara sematis memiliki makna yang sama. Sebagai kata benda filsafat merupakan panduan kata majemuk philos ( sahabat ) dan sophia (pengetahuan yang bijak sana,kebijaksanaan) dan juga sebagai kata kerja sebagai panduan philein (mencinta) dan shopos (hikmah, kebijaksanaan). Dari pengertian sebagai kata kerja yakni cinta kepada pengetahuan yang bijaksana, sehingga mengusahakanya. Sebagaimana dikutip dari ali mudofir istilah filsafat pada umumnya merupakan suatu istilah yang secara umum digunakan untuk menunjukan suatu usaha menuju kepada keutamaan mental,the fursuit of mental excellence. Dalam perjalan sejarah yang panjamg, sebagai ilmu yang berguna bagi sikap kritis dan analisis, lingkup pengetahuan fisafat sebagai pandangan hidup, sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional, kelompok tiori dan system pemikiran, sebagai proses kritis dan sitematis dari pengetahuan manusia, sebagai usaha memperoleh pandangan yang menyeluruh, tentu semuanya memiliki cirri-ciri berpikir yang tertentu.

b. Ciri-ciri berpikir secara filsafat

Kegiatan berpikir membedakan manusia dengan makhluk lainya, namun tidak semua kegiatan berpikir adalah kegiatan berfilsafat. Sementara kegiatan berpikir filsafati tidak semata-mata tidak ditandai dengan merenung dan berkomplasi yang tidak bersangkut paut dengan realitas. Bepikir secara filsafat senantiasa berkaitan dengan masalah-masalah manusia yang bersifat actual dan hakiki. Berpikir secara kefilsafatan  di samping berkaitan dengan ide-ide tetapi juga harus memperhatikan realitas konkret. Ada pun ciri-ciri berpikir filsafat antara lain :

a) Bersifat keritis

Kegiatan berpikir secara kefilsafatan ditandai dengan sifat keritis senantiasa mempertanyakan sesuatu, tidak mudah menerima sesuatu jawaban tanpa berpikir secara baik hingga clear and distinct jelas dan terpilih, mengenai persoalan-soalan yang dihadapi manusia. Sifat kritis tersebut dipengaruhi oleh sifat berpikir dari berbagai segi dan sudut pandang dan dinamis.

b) Bersifat terdalam

Yang dimaksud berpikir terdalam adalah sampai kepengertian tentang inti mutlak permasalahanya. Berpikir terdalam hanya merumuskan fakta yang sifatnya husus dan empiris, namun pada hakekatnya atau pengertian yang fundamental. Berfikir terdalam akan mengetahui sesuatu permasalahan sampai pada akarnya, sehingga merupakan pengetahuan yang sifatnya umum universal.(nor ms. Bakry ,1994:15)

c) Bersifat konseptual

Perenungan kefilsafatan merupakan kegiatan akal budi dan mental manusia menyusun suatu bagan yang bersifat kosenptual yang merupakan seatu hasil genralisasi dan abstraksi dari pengalaman-pengalaman yang sifatnya sangat husus dan individual ( kattsoff,1986:7 ). Berpikirkonseptual tidak dimaksudkan untuk berpikir secara terkai dengan masalah-masalah konkerit yang dihadapi oleh umat manusia, dengan membuat konsep-konsep yang jelas dan tepat mengenai pokok persoalan. Oleh karna itu tidaklah cukup menyimpulkan persoalan hanya dengan bukti-bukti yang empiris dan kuantitatif atau particular saja ( kaelan,1986:9)

d) Koheren

Berpikir secara kefilsafatan juga menuntut adanya sifat koheren yakni keruntutan. Pemikiran filsafat bukan pemikiran yang acak,kacau,dan fragmentasi. Runtut bererti tidak ada pertentangan koradiktif,kontrakdisi interminis dalam rumusan-rumusanya satu sama lain. Sifat kheren tersebut didukung oleh atasan-atasan pemikiran logis dalam tata cara penyimpulan ( berdasarkan logika yang memang sejak dulu dikembangkan oleh para filsuf )

e) Bersifat konperhensif

Pemikiran kefilsafatan tidak hannya didasarkan pada suatu fakta yang husus dan individual saja yang melahirkan kesimpulan yang husus dan individual juga,melainkan pemikiran filsafat ingin sampai pada kesimpulan yang bersifat umum, sehingga dituntut untuk untuk berpikir secara komperhensif: menyeluruh (luas). Menyeluruh berarti tidak ada sesuatu pun yang di luar jangkaunya ( kattsoff,1986:12), misalnya,mengenai objekmateri manusia, jika dipandang salah satu dari aspek-aspeknya,asapek ekonomi,atau aspek fisik tentulah tidak cukup untuk memaknai majusia, memcahkan persoalan-persoalan hidup manusia, maka perlu manusia itu derenungkan dari berbagai segi sehingga kesimpulannya dapat diterima seluas-luasnya karna sifatnya yang menyeluruh itu.

f) Bersifat universal

Berpikir kefilsafatan termasuk sebagai upaya untuk menyapai suatu kesimpulan yang bersifat umum ( universal) yang dapat digunakan oleh manusia pada umumnya, manusia dimana pun, dan dalam keadaan bagaimanapun.

g) Bersifat sepekulatif

Bersifat sepekualatif memiliki sifat mereka-reka,mereka menduga, tetapi bukan sembarang perekaan. Perekaan yang dimaksud disini adalah pengajuan dugaan-dugaan yang masuk akal (rasional) yang mendahului atau melampau fakta-fakta. Ini merupakan kegiatan akal budi manusia dengan melalui kemampuan dalam imaginasi yang berdisiplin menghadapi persoalan-persoalan yang menuntut pemecahan yang bijaksana secara menyeluruh hasil-hasil dari ilmu pengetahuan dan demikan diharapkan dicapai kemajuan-kemajuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya. Hal ini telah dibuktikan oleh para filsuf dahulu dengan mengajukan dugaan yang cerdas dan dapat dibuktikan kemudian.

h) Bersifat sistematis

Pemikiran kefilsafatan yang pada dasarnya menuntut keruntutan, koperhensif dan universal serta tidak bersifat fragmentaris, tidak acak, merupakan keseluruhan yang bersistem,setematis. Berpikir sistematis dimaksudkan bahwa dalam berpikir terrdapat bagian-bagian yang senantiasa berhubungan antara satu dengan yang lainya. System adalah satu kesatuan keadaan atau barang suatu yang bagian-bagianya saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai suatu tujuan bersama ( soejono seomargono,1983:6 )

i) Bersifat bebas dan bertanggung jawab

Dalam berfilsafat manusia bebas memikirkan apa saja sehingga asfek kretivitas dapat tumbuh kembang dengan baik. Tetapi kebebasan harus dipertanggung jawabkan, misalnya pertama-tama dipertangung jawabkan kepada suara hati,hati nuraninya. Dengan kebebasan bertanggung jawab berpikir yang dimiliki, secara langsung maupun tidak langsung orang tidak terkekang dan terjajah oleh pendapat oerang lain. Itulah bebrapa cirri berpikir secara kefilsafatan dan masih banyak lagi jika hendak memerincinya.

Salah satu contoh pendekatan pancasila dari sisi filsafat yang dapat diajukan adalah pendekatan etika,sebab etika adalah cabang dari filsafat yang erat kaitanya dengan moral,misalnya ketentuan hukum yang diwajibkan warga negaranya membayar pajak.

B. SISTEM FILSAFAT PANCASILA DAN SISTEM FILSAFAT LAIN DI DUNIA

Sistem adalah suatu kesatuan prosedur atau komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, bekerja sama sesuai dengan aturan yang diterapkan, sehingga membentuk suatu tujuan yang sama. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Sistem Filsafat adalah kumpulan atau kesatuan pemikiran/ajaran yang saling berhubungan dan mampu menjangkau seluruh realitas yang ada, mencakup pemikiran teoritis tentang realitas adanya tuhan, alam, dan manusia, untuk mencapai tujuan tertentu. Pancasila dikatakan sebagai Sistem Filsafat, karena di dalamnya terdapat nilai-nilai Ketuhanan (theologi), nilai manusia (antropologi), nilai kesatuan (metafisika, yang berhubungan dengan pengertian hakekat satu), kerakyatan (hakekat demokrasi) dan keadilan (hakekat keadilan).

c. UNSUR-UNSUR  PANCASILA  SEBAGAI  SISTEM  FILSAFAT

  1. Unsur Ketuhanan

Secara ontologik ada manusia sebagai yang diciptakan menunjukkan adanya pencipta yaitu Tuhan. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, mempunyai sifat sebagai individu sebagai makhluk sosial. Karena Tuhan adalah sempurna maka manusia tidak sempurna. Namun diantara semua makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, manusia merupakan makhluk yang paling sempurna.
Berdasarkan pengalaman sejarah sebelum datangnya agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen. Bangsa Indonesia telah mempunyai kepercayaan. Karena keadaan alam sedemikian rupa maka bangsa Indonesia berusaha mempertahankan dan mengembangkan hidupnya untuk bisa mengatasi tantangan alam tersebut. Salah satu jawaban yang diberikan berupa pandangan hidup atau kepercayaan bahwa alam ini ada yang menciptakan. Karena pengalaman hidup mereka sehari-hari dan karena kemampuan yang mereka miliki, maka bentuk kepercayaan yang menguasai alam, adanya kekuatan gaib yang terdapat pada alam ini dan lain sebagainya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia pada waktu itupun sudah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setelah agama Hindu dan Budha datang di Indonesia, bangsa Indonesia banyak memeluk agama-agama tersebut. Demikian pula agama islam yang telah dipeluk oleh sebagian besar bangsa Indonesia dengan penuh keyakinan. Pada masa itu pengaruh agama dalam kehidupan sehari-hari terbukti adanya pengaruh agama dalam kehidupan sehari-hari terbukti adanya peninggalan, tulisan dan adat istiadat.

  1. Unsur Kemanusiaan

Sebagai bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa dengan sendirinya bangsa kita mempunyai rasa kemanusiaan yang luhur. Pada hakekatnya kemanusiaan adalah bawaan kodrat manusia. Perikemanusiaan adalah nilai khusus yang bersumber pada nilai kemanusiaan. Perikemanusiaan adalah yang bersumber pada kemanusiaan, jiwa yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya semua bangsa mesti mempunyai kemanusiaan, begitu pula bangsa Indonesia bahkan kemanusiaannya adalah adil dan beradab. Adil berarti memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya dan tahu apa haknya sendiri. Beradab artinya mempunyai adab, mempunyai sopan santun, mempunyai susila, artinya ada kesediaan menghormati bangsa lain, menghormati pandangan pendirian dan sikap Bangsa lain. Sejak dahulu bangsa Indonesia selalu menerima bangsa lain dengan ramah tamah, karena suatu bangsa tidak akan hidup sendirian terlepas dari bangsa lain.

  1. Unsur Persatuan

Bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya rukun, bersatu dan kekeluargaan, bertindak bukan semata-mata atas perhitungan untung rugi dan pamrih serta kepentingan pribadi. Oleh karena itu unsur persatuan sudah terdapat didalam kehidupan masyarakat Indonesia bahkan sudah dilaksanakan oleh mereka.

  1. Unsur Kerakyatan

Istilah kerakyatan berarti bahwa yang berdaulat atau yang berkuasa adalah rakyat. Dalam bahasa lain Kerakyatan disebut Demokrasi berasal dari kata Yunani Demos yang berarti Rakyat Kratos yang berarti Berdaulat. Demokrasi bukan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Meskipun sebelum tanggal 17 Agustus 1945 di Indonesia belum pernah ada pemerintahan yang bersifat Demokratik seperti sekarang ini namun sebenarnya unsur-unsurnya sudah ada, yang selama itu tidak pernah dimanfaatkan secara Nasional formal.

  1. Unsur Keadilan

Istilah adil yaitu menunjukkan bahwa orang harus memberi kepada orang lain apa yang menjadi haknya dan tahu mana haknya sendiri serta tahu apa kewajibannya kepada orang lain dan dirinya. Sosial berarti tidak mementingkan diri sendiri saja, tetapi mengutamakan kepentingan umum, tidak individualistik dan egoistik, tetapi berbuat untuk kepentingan bersama. Sebenarnya istilah gotong royong yang berarti bekerja sama dan membagi hasil karya bersama tepat sekali untuk menerangkan apa arti Keadilan Sosial.

  • Perbandingan Filsafat Pancasila Dengan Sistem Filsafat Lainnya Di Dunia Secara filosofis, Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain-lain  paham filsafat di dunia.
  1. Dasar Antologis Sila-sila Pancasila

Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak,

oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pokok pendukung sila-sila Pancasila adalah manusia.

  1. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila

Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem pengetahuan.  Kalau manusia merupakan basis ontologi Pancasila maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologis dari Pancasila. Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologis, yaitu : pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia. Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

  1. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila

Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Menurut Notonegoro, nilai-nilai tersebut dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

  1. Nilai Material : segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
  2. Nilai Vital : segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
  3. Nilai Kerohanian : segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia yang dapat dibedakan atas empat tingkatan sebagai berikut :

– Nilai kebenaran : nilai yang bersumber pada akal, rasio, budi atau cipta manusia.

– Nilai keindahan/estetis : nilai yang bersumber pada perasaan manusia.

– Nilai kebaikan/moral : nilai yang bersumber pada unsur kehendak (will, wollen, karsa)

manusia

– Nilai religius : nilai kerohanian tertinggi dan bersifat mutlak yang berhubungan dengan kepercayaan dan keyakinan manusia serta bersumber pada wahyu Tuhan Yang Maha Esa.

  • Sedangkan jika dibandingkan dengan filsafat-filsafat lainya yaitu :
  1. Materialisme

Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Dengan kata lain Materialisme merupakan paham atau aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu.

  1. Liberalisme

Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.

  1. Pragmatisme

Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.

  1. Komunisme
  2. Paham yang menganut ajaran Karl Marx yang bercita-cita menghapus hak milik perseorangan dan mengganti hak milik secara bersama (dikontrol pemerintah).
  3. Religiusisme mempunyai pengertian sebagai paham atau keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang suci, menentukan jalan hidup dan mempengaruhi kehidupan manusia yang dihadapi secara hati-hati dan diikuti jalan dan aturan serta norma-normanya dengan ketat agar tidak sampai menyimpang atau lepas dari kehendak jalan yang telah ditetapkan oleh kekuatan gaib suci tersebut.
  4. “Utilitarianisme” berasal dari kata Latin, utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat tersebut harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
  5. Sosialisme adalah paham yang bertujuan membentuk negara kemakmuran dengan usaha kolektif yang produktif dan membatasi milik perseorangan.
  6. Kata kapitalisme berasal dari capital yang berarti modal, dengan yang dimaksud modal adalah alat produksiseperti misal tanah, dan uang. Dan kata isme berarti suatu paham atau ajaran. Jadi arti kapitalisme itu sendiri adalah suatu ajaran atau paham tentang modal atau segala sesuatu dihargai dan diukur dengan uang.
  7. Idealisme

Idealisme adalah suatu ajaran/faham atau aliran yang menganggap bahwa realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa.

  1. Adanya suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya adalah suatu penjelmaan pikiran.
  2. Untuk menyatakan eksistensi realitas, tergantung pada suatu pikiran dan aktivitas-aktivitas   pikiran.
  3. Realitas dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala pisikis seperti pikiran-pikiran, diri, roh, ide-ide, pikiran mutlak, dan lain sebagainya dan bukan berkenaan dengan materi.
  4. Seluruh realitas sangat bersifat mental (spiritual, psikis). Materi dalam bentuk fisik tidak ada.
  5. Hanya ada aktivitas berjenis pikiran dan isi pikiran yang ada. dunia eksternal tidak bersifat fisik.

METODE PENELITIAN (SOFTSKILL)

NAMA     : IRDA APRIANTI

NPM         : 33412777

KELAS    : 3ID04

 

PROPOSAL PENELITIAN

”Pengaruh Jumlah Kredit yang Diberikan dan Tingkat Likuiditas Terhadap Profitabilitas Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”

  1. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya tujuan utama dari setiap perusahaan adalah selalu berusaha untuk memperoleh laba/keuntungan yang maksimal, yaitu baik yang berasal dari kegiatan operasionalnya maupun kegiatan non operasional pada perusahaan yang bersangkutan. Begitu pula bagi setiap perusahaan perbankan, keuntungan/laba juga merupakan hal yang mutlak untuk diperoleh, yaitu agar dapat mempertahankan kontinuitas operasional  perusahaan atau dalam istilah akuntansi disebut dengan going concern. Melihat kondisi satu dasawarsa belakangan yang ada, perusahaan perbankan khususnya yang berada di Indonesia mengalami perkembangan bisnis yang sangat pesat, yaitu baik dari segi volume usaha, mobilisasi dana dari masyarakat maupun tingkat profitabilitas yang diperoleh. Profitabilitas perusahaan perbankan menunjukkan pendapatan yang mampu dihasilkan oleh perusahaan dalam satu atau setiap priode. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan aspek yang mencerminkan kemampuan setiap perusahaan untuk menghasilkan laba, dimana perusahaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa keuntungan yang diperoleh setiap perusahaan akan sangat mempengaruhi kontinuitas perusahaan yang bersangkutan, yaitu baik pada masa sekarang sekarang maupun di masa-masa yang akan datang. Perusahaan akan memperoleh laba jika jumlah pendapatan/penghasilan yang diterima nilainya lebih besar dibandingkan dengan besarnya pengeluaran (biaya) yang dikeluarkan. Penghasilan bank dapat berasal dari hasil penerimaan bunga kredit yang diberikan, agio saham, jasa di bidang keuangan dan lain-lain.

Keuntungan yang diperoleh setiap perusahaan perbankan sebagian besar berasal dari bunga pinjaman yang diterima setiap bank, yaitu sebagai hasil dari diberikannya sejumlah kredit kepada para nasabahnya atau para debitur. Oleh karena itu,  kredit merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan operasional setiap perusahaan perbankan. Kredit adalah aset yang menghasilkan pendapatan bunga, maka porsi kredit dalam aset perbankan sangatlah dominan jumlahnya. Penting dan strategisnya masalah kredit dalam perusahaan perbankan, menyebabkan pengelolaan kredit menjadi sangatlah vital. Dengan adanya kondisi seperti ini, pihak manajemen sangatlah perlu untuk membangun suatu strategi bisnis yang handal, yaitu terutama untuk hal yang berkenaan dengan pemberian kredit kepada para nasabahnya. Jenis-jenis dari kredit yang disalurkan oleh bank antara lain dapat berupa, kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi. Penghasilan bunga dari penyaluran kredit ini merupakan pendapatan utama dari perusahaan perbankan. Semakin besar jumlah kredit yang diberikan, maka semakin besar pula pendapatan bunga yang akan diperoleh setiap perusahaan. Peningkatan pendapatan ini nantinya juga akan mempengaruhi jumlah laba yang akan diperoleh perusahaan. Laba yang diperoleh perusahaan, sebagian akan dibagikan kepada pemegang saham yaitu dalam bentuk deviden dan sebagian lagi akan dimasukkan kedalam laba ditahan, yaitu sebagai tambahan modal perusahaan untuk priode selanjutnya, jadi secara keseluruhan tentu saja laba perusahaan juga akan mempengaruhi besarnya modal perusahaan.

Likuiditas suatu perusahaan perbankan mencerminkan bahwa perusahaan yang bersangkutan mampu memenuhi seluruh kewajiban jangka pendeknya dengan sejumlah alat-alat likuid yang dimiliki perusahaan tersebut. Ataupun dengan kata lain, suatu bank dapat dikatakan likuid apabila bank yang bersangkutan tersebut dapat membayar semua hutang-hutangnya terutama simpanan giro, tabungan dan deposito pada saat ditagih oleh para nasabah penyimpan dana serta dapat pula memenuhi semua permohonan kredit dari calon debitur yang layak untuk dibiayai. Rasio likuiditas bagi setiap perusahaan idealnya adalah sebesar 200%, dan apabila rasio likuiditas nilainya kurang dari 200% maka dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar nilainya turun maka jumlah aktiva lancar tidak cukup untuk dapat menutupi kewajiban jangka pendeknya, dimana hal ini yang sering disebut dengan kondisi illikuid, sedangkan apabila jumlah aktiva lancar nilainya terlalu besar , maka akan berdampak timbulnya dana yang mengganggur yang disebut dengan munculnya idle fund. Oleh sebab itu, secara keseluruhan hal-hal tersebut akan mempengaruhi jalannya kegiatan operasional perusahaan. Untuk menjamin likuiditas bank, pada tahun 2004 Bank Indonesia (BI) menetapkan persentase Giro Wajib Minimum (GWM) yang disesuaikan dengan besarnya DPK (Dana Pihak Ketiga) yang dihimpun setiap bank. GWM merupakan sejumlah dana yang harus dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada BI. Besarnya GWM yang ditetapkan oleh BI adalah sebesar 5% dari DPK.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai seberapa besar pengaruh jumlah kredit yang diberikan dan tingkat likuiditas terhadap profitabilitas  perbankan dengan objek penelitian bank-bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada priode 2006, 2007 dan 2008 dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi.

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

  • Apakah jumlah kredit yang diterima oleh perbankan dapat mempengaruhi profitabilitasnya ?
  • Apakah tingkat likuiditas berpengaruh terhadap profitabilitas suatu perbankan di BEI ?
  • Apakah jumlah kredit dan tingkat likuiditas yang tinggi dapat mengahsilkan profit yang baik bagi suatu perbankan ?
  1. Batasan Masalah

Batasan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • Ukuran profitabilitas bank yang digunakan dalam penelitian ini adalah Earning Per Share (EPS), Earning Before Interest and tax (EBIT), loan to deposits ratio, Return On Investment (ROI), Return On Equity (ROE), dan rasio likuiditas lainnya.
  1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini antara lain:

  1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah kredit terhadap profit suatu perbankan.
  2. Untuk mengetahui sejauh mana likuiditas suatu perbankan mempengaruhi profitnya.
  3. Untuk mengetahui apakah jumlah kredit yang banyak serta keadaan perbankan yang likuid dapat menghasilkan profit yang menguntungkan.
  1. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian mengenai perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional antara lain :

  1. Bagi Bank dapat dijadikan sebagai catatan/koreksi untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, sekaligus memperbaiki apabila ada kelemahan dan kekurangan dalam peniliaian kreditnya.
  2. Bagi investor, dapat dijadikan catatan untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasinya.
  3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan acuan untuk menilai likuiditas serta pengaruhnya terhadap profitabilitas suatu perbankan
  1. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif yang merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keterkaitan erat antara dua variabel atau lebih (kausalitas) (Sugiyono, 2007:11).

  1. Operasionalisasi Variabel

Variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

  1. Kredit yang diberikan, yaitu dana/uang yang diberikan bank kepada para debitur dalam bentuk pinjaman, yang didalamnya mengandung bunga dan waktu jatuh temponya,
  2. Likuiditas, yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam melunasi hutang lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan (Hanafi, 2003:77). Likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan mempergunakan Loan to Deposit Ratio, dan
  3. Profitabilitas perusahaan adalah salah satu cara untuk menilai secara tepat sejauh mana tingkat pengembalian yang akan didapat dari aktivitas bisnis yang ada. Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan mempergunakan Return On Total asset (ROA).

3. Tahapan Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain:

  1. Menentukan sampel penelitian
  2. Menghitung variabel-variabel yang digunakan dalam perbandingan kinerja keuangan bank yang meliputi:

1

  1. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan akhir tahun dari perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan akhir tahun dari perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia  pada tahun 2006, 2007 dan 2008 yang berjumlah 31 perusahaan perbankan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling, yang merupakan teknik penentuan sampel anggota populasi dengan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 2007:78).

Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah :

  1. Perusahaan perbankan yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006, 2007 dan 2008,
  2. Perusahaan perbankan tersebut tidak mengalami delisting selama priode pengamatan,
  3. Menerbitkan dan mempublikasikan laporan keuangan tahunan pada tahun 2006, 2007 dan 2008, dan
  4. Perusahaan perbankan tersebut memiliki laba positif selama masa priode pengamatan.

Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut, maka sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 20 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006, 2007 dan 2008.

DAFTAR PUSTAKA

  • Hanafi, Mamduh M, 2003. Manajemen Keuangan, BPFE Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
  • Hasibuan, Malayu S.P, 2001. Dasar-Dasar Perbankan, Bumi Aksara, Jakarta.
  • Hermawan, Asep, 2003. Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bisnis, LPFE Universitas Trisakti, Jakarta.
  • 2001.Akuntansi Manajemen.Jakarta:Salemba Empat
  • Manurung, Mandala dan Prathama Rahardja, 2004. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter. FEUI, Jakarta.
  • Munawir, S, 1997. Analisa Laporan Keuangan, Cetakan Ketujuh, Liberty, Yogyakarta.

Tugas 1 Metode Penelitian (Softskill)

NAMA     : IRDA APRIANTI

NPM         : 33412777

KELAS    : 3ID04

 

PROPOSAL PENELITIAN

”Pengaruh Jumlah Kredit yang Diberikan dan Tingkat Likuiditas Terhadap Profitabilitas Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”

  1. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya tujuan utama dari setiap perusahaan adalah selalu berusaha untuk memperoleh laba/keuntungan yang maksimal, yaitu baik yang berasal dari kegiatan operasionalnya maupun kegiatan non operasional pada perusahaan yang bersangkutan. Begitu pula bagi setiap perusahaan perbankan, keuntungan/laba juga merupakan hal yang mutlak untuk diperoleh, yaitu agar dapat mempertahankan kontinuitas operasional  perusahaan atau dalam istilah akuntansi disebut dengan going concern. Melihat kondisi satu dasawarsa belakangan yang ada, perusahaan perbankan khususnya yang berada di Indonesia mengalami perkembangan bisnis yang sangat pesat, yaitu baik dari segi volume usaha, mobilisasi dana dari masyarakat maupun tingkat profitabilitas yang diperoleh. Profitabilitas perusahaan perbankan menunjukkan pendapatan yang mampu dihasilkan oleh perusahaan dalam satu atau setiap priode. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan aspek yang mencerminkan kemampuan setiap perusahaan untuk menghasilkan laba, dimana perusahaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa keuntungan yang diperoleh setiap perusahaan akan sangat mempengaruhi kontinuitas perusahaan yang bersangkutan, yaitu baik pada masa sekarang sekarang maupun di masa-masa yang akan datang. Perusahaan akan memperoleh laba jika jumlah pendapatan/penghasilan yang diterima nilainya lebih besar dibandingkan dengan besarnya pengeluaran (biaya) yang dikeluarkan. Penghasilan bank dapat berasal dari hasil penerimaan bunga kredit yang diberikan, agio saham, jasa di bidang keuangan dan lain-lain.

Keuntungan yang diperoleh setiap perusahaan perbankan sebagian besar berasal dari bunga pinjaman yang diterima setiap bank, yaitu sebagai hasil dari diberikannya sejumlah kredit kepada para nasabahnya atau para debitur. Oleh karena itu,  kredit merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan operasional setiap perusahaan perbankan. Kredit adalah aset yang menghasilkan pendapatan bunga, maka porsi kredit dalam aset perbankan sangatlah dominan jumlahnya. Penting dan strategisnya masalah kredit dalam perusahaan perbankan, menyebabkan pengelolaan kredit menjadi sangatlah vital. Dengan adanya kondisi seperti ini, pihak manajemen sangatlah perlu untuk membangun suatu strategi bisnis yang handal, yaitu terutama untuk hal yang berkenaan dengan pemberian kredit kepada para nasabahnya. Jenis-jenis dari kredit yang disalurkan oleh bank antara lain dapat berupa, kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi. Penghasilan bunga dari penyaluran kredit ini merupakan pendapatan utama dari perusahaan perbankan. Semakin besar jumlah kredit yang diberikan, maka semakin besar pula pendapatan bunga yang akan diperoleh setiap perusahaan. Peningkatan pendapatan ini nantinya juga akan mempengaruhi jumlah laba yang akan diperoleh perusahaan. Laba yang diperoleh perusahaan, sebagian akan dibagikan kepada pemegang saham yaitu dalam bentuk deviden dan sebagian lagi akan dimasukkan kedalam laba ditahan, yaitu sebagai tambahan modal perusahaan untuk priode selanjutnya, jadi secara keseluruhan tentu saja laba perusahaan juga akan mempengaruhi besarnya modal perusahaan.

Likuiditas suatu perusahaan perbankan mencerminkan bahwa perusahaan yang bersangkutan mampu memenuhi seluruh kewajiban jangka pendeknya dengan sejumlah alat-alat likuid yang dimiliki perusahaan tersebut. Ataupun dengan kata lain, suatu bank dapat dikatakan likuid apabila bank yang bersangkutan tersebut dapat membayar semua hutang-hutangnya terutama simpanan giro, tabungan dan deposito pada saat ditagih oleh para nasabah penyimpan dana serta dapat pula memenuhi semua permohonan kredit dari calon debitur yang layak untuk dibiayai. Rasio likuiditas bagi setiap perusahaan idealnya adalah sebesar 200%, dan apabila rasio likuiditas nilainya kurang dari 200% maka dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar nilainya turun maka jumlah aktiva lancar tidak cukup untuk dapat menutupi kewajiban jangka pendeknya, dimana hal ini yang sering disebut dengan kondisi illikuid, sedangkan apabila jumlah aktiva lancar nilainya terlalu besar , maka akan berdampak timbulnya dana yang mengganggur yang disebut dengan munculnya idle fund. Oleh sebab itu, secara keseluruhan hal-hal tersebut akan mempengaruhi jalannya kegiatan operasional perusahaan. Untuk menjamin likuiditas bank, pada tahun 2004 Bank Indonesia (BI) menetapkan persentase Giro Wajib Minimum (GWM) yang disesuaikan dengan besarnya DPK (Dana Pihak Ketiga) yang dihimpun setiap bank. GWM merupakan sejumlah dana yang harus dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada BI. Besarnya GWM yang ditetapkan oleh BI adalah sebesar 5% dari DPK.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai seberapa besar pengaruh jumlah kredit yang diberikan dan tingkat likuiditas terhadap profitabilitas  perbankan dengan objek penelitian bank-bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada priode 2006, 2007 dan 2008 dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi.

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

  • Apakah jumlah kredit yang diterima oleh perbankan dapat mempengaruhi profitabilitasnya ?
  • Apakah tingkat likuiditas berpengaruh terhadap profitabilitas suatu perbankan di BEI ?
  • Apakah jumlah kredit dan tingkat likuiditas yang tinggi dapat mengahsilkan profit yang baik bagi suatu perbankan ?
  1. Batasan Masalah

Batasan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • Ukuran profitabilitas bank yang digunakan dalam penelitian ini adalah Earning Per Share (EPS), Earning Before Interest and tax (EBIT), loan to deposits ratio, Return On Investment (ROI), Return On Equity (ROE), dan rasio likuiditas lainnya.
  1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini antara lain:

  1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah kredit terhadap profit suatu perbankan.
  2. Untuk mengetahui sejauh mana likuiditas suatu perbankan mempengaruhi profitnya.
  3. Untuk mengetahui apakah jumlah kredit yang banyak serta keadaan perbankan yang likuid dapat menghasilkan profit yang menguntungkan.
  1. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian mengenai perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional antara lain :

  1. Bagi Bank dapat dijadikan sebagai catatan/koreksi untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, sekaligus memperbaiki apabila ada kelemahan dan kekurangan dalam peniliaian kreditnya.
  2. Bagi investor, dapat dijadikan catatan untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasinya.
  3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan acuan untuk menilai likuiditas serta pengaruhnya terhadap profitabilitas suatu perbankan
  1. METODE PENELITIAN
    1. Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif yang merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keterkaitan erat antara dua variabel atau lebih (kausalitas) (Sugiyono, 2007:11).

  1. Operasionalisasi Variabel

Variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

  1. Kredit yang diberikan, yaitu dana/uang yang diberikan bank kepada para debitur dalam bentuk pinjaman, yang didalamnya mengandung bunga dan waktu jatuh temponya,
  2. Likuiditas, yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam melunasi hutang lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan (Hanafi, 2003:77). Likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan mempergunakan Loan to Deposit Ratio, dan
  3. Profitabilitas perusahaan adalah salah satu cara untuk menilai secara tepat sejauh mana tingkat pengembalian yang akan didapat dari aktivitas bisnis yang ada. Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan mempergunakan Return On Total asset (ROA).
  4. Tahapan Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain:

  1. Menentukan sampel penelitian
  2. Menghitung variabel-variabel yang digunakan dalam perbandingan kinerja keuangan bank yang meliputi:

No

Kegiatan

Minggu :
1 2 3 4 5
1 Penyusunan Proposal
2 Penentuan Sampel
3 Pengumpulan Data
4 Analisis Data
5 Pembuatan Draf Laporan
6 Seminar Laporan
7 Penyempurnaan Laporan
8 Penggandaan Laporan
  1. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan akhir tahun dari perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan akhir tahun dari perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia  pada tahun 2006, 2007 dan 2008 yang berjumlah 31 perusahaan perbankan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling, yang merupakan teknik penentuan sampel anggota populasi dengan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 2007:78).

Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah :

  1. Perusahaan perbankan yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006, 2007 dan 2008,
  2. Perusahaan perbankan tersebut tidak mengalami delisting selama priode pengamatan,
  3. Menerbitkan dan mempublikasikan laporan keuangan tahunan pada tahun 2006, 2007 dan 2008, dan
  4. Perusahaan perbankan tersebut memiliki laba positif selama masa priode pengamatan.

Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut, maka sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 20 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006, 2007 dan 2008.

DAFTAR PUSTAKA

  • Hanafi, Mamduh M, 2003. Manajemen Keuangan, BPFE Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
  • Hasibuan, Malayu S.P, 2001. Dasar-Dasar Perbankan, Bumi Aksara, Jakarta.
  • Hermawan, Asep, 2003. Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bisnis, LPFE Universitas Trisakti, Jakarta.
  • 2001.Akuntansi Manajemen.Jakarta:Salemba Empat
  • Manurung, Mandala dan Prathama Rahardja, 2004. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter. FEUI, Jakarta.
  • Munawir, S, 1997. Analisa Laporan Keuangan, Cetakan Ketujuh, Liberty, Yogyakarta.

Materi 3 (PENDIDIKAN PANCASILA)

A. Dinamika Aktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Negara

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia..Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya yang dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah suatu kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan serta lapisan mayarakat Indonesia. Dengan begitu maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan, namun hal tersebut dapat merangkum semunya dalam semboyan empiris Indonesia yaitu “Bhineka Tunggal Ika”.

Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial). Perevitalisasikan Pancasila sebagai dasar negara, berpedoman pada wawasan : spiritual, untuk meletakkan landasan etik, moral, religious sebagai dasar dan arah pengembangan profesi Akademis, menunjukkan bahwa MKU Pancasila adalah aspek being, tidak sekedar aspek having Kebangsaan, namun juga menumbuhkan kesadaran akan nasionalisme Mondial, serta menyadarkan manusia dan bangsa untuk harus siap menghadapi dialektikanya perkembangan dalam masyarakat dunia yang “terbuka”.

Dalam kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitasnya. Namun perlu kita sadari bahwa tanpa adanya “platform” dalam dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan dan berbagai ancaman.

 B. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945

Pembahasan dalam bab ini bertujuan untuk memahami dinamika pelaksanaan UUD 1945, yang meliputi hal-hal berikut.

  1. Masa awal kemerdekaan.
  2. Masa orde lama.
  3. Masa orde baru.
  4. Masa era global.

Undang-undang dasar 1945 berlaku di indonesia dalam dua kurun waktu. Pertama sejak ditetapkannya oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 agustus 1945, yang berdasarkan peraturan pemerintah No. 2 tanggal 10 oktober diberlakukan surat mulai tanggal 17 agustus 1945, sampai dengan berlakunya konstitusi RIS pada saat pengakuan kedaulatan tanggal 27 desember 1949. Kedua adalah dalam kurun waktu sejak diumumkannya Dekrit Presiden tanggal 5 juli 1959 sampai sekarang, dan ini terbagi pula atas masa orde lama, masa orde baru, dan masa era global. Dalam kurun waktu berlakunya Undang-undang dasar 1945 kita telah mencatat pengalaman tentang gerak pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan undang-undang dasar 1945. Berikut ini akan kita bahas pelaksanaan UUD 1945 dalam dinamika ketatanegaraan RI.

  1. Masa awal kemerdekaan

Sejak berlakunya UUD 1945 pada tanggal 18 agustus 1945, maka mulai saat itu berlaku tata hukum baru yang bersumber dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan tidak berlaku lagi tata hukum lama (zaman kolonial). Sistem pemerintahan dan kelembagaan yang ditetapkan dalam UUD 1945 jelas belum dapat dilaksanakan. Dalam masa ini sempat diangkat anggota DPA sementara, sedangkan MPR dan DPR belum sempat dibentuk. Pada waktu itu masih diberlakukan ketentuan Aturan Peralihan Pasal IV yang menyatakan, “Sebelum majelis permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat, dan dewan pertimbangan agung dibentuk menurut undang-undang dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh presiden dengan bantuan komite nasional.

Penyimpangan konstitusional yang dapat dicatat dalm kurun waktu 1945-1949. Pertama, berubahnya fungsi Komite Nasional Pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menentukan Garis-garis Besar Haluan Negara berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. Kedua, berdasarkan perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer. Berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNIP) tanggal 11 November 1945, yang kemudian dinyatakan oleh presiden dan diumumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, sistem presidensial berdasakan UUD 1945 diganti dengan sistem kabinet parlementer. Kemudian pada tanggal 3 november 1945 atas usul BP-KNIP, pemerintah mengeluarkan suatu Maklumat yang ditandatangani oleh Wakil Presiden tentang pembentukan partai-partai politik. Tujuan pemerintah ialah agar dengan adanya partai-partai politik itu dapat dipimpin segala aliran paham yang ada di masyarakat ke jalan yang teratur.

  1. Sistem presidensial

Sistem pemerintahan RI menurut UUD 1945 tidak menganut suatu sistem dari negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas bangsa indonesia. Hal ini dapat diketahui dari isi, baik pembukaan, batang tubuh dan penjelasan, maupun dari pembicaraan-pembicaraan pada waktu perencanaan, penetapan, dan pengesahan Undang-undang dasar 1945 tersebut. Sistem ketatanegaraan yang kepala pemerintahnya adalah Presiden dinamakan sistem presidensial, UUD 1945 mempergunakan sistem presidensial. Sistem presidensial ini berlangsung untuk pertama kalinya pada tanggal 18 Agustus sampai dengan 14 November 1945.

Ketatanegaraan Amerika Serikat menurut undang-undang dasarnya (the constitutions of the united states) juga menyatakan, bahwa kepala pemerintahannya ada di tangan presiden pula. Oleh karena itu, dikatakan pula bahwa Amerika Serikat dan ketatanegaraan RI menurut UUD 1945 sama-sama mempergunakan sistem kepala pemerintahan di tangan presiden, namun tidak berate sistem kedua negara itu adalah sama. Sebenarnya, persamaannya adalah dalam hal kepala pemerintahannya saja, yaitu di tangan presiden, lebih dari itu tidak ada lagi persamaannya. Hal ini perlu ditegaskan, karena banyak orang mempergunakan pengertian sistem presidensial untuk menunjuk kepada sistem ketatanegaraan yang sepenuhnya seperti digunakan oleh undang-undang dasar Amerika Serikat dan negara lain mempergunakan sistem itu.

  1. Penyimpangan UUD 1945

Pada tanggal 11 November 1945, Badan Pekerja KNIP mengusulkan kepada presiden agar sistem pertanggungjawaban menteri kepada parlemen dengan pertimbangan sebagai berikut.

  • Dalam UUD 1945 tidak terdapat satu pasal pun yang mewajibkan atau melarang menteri bertanggung jawab.
  • Pertanggungjawaban kepada badan perwakilan rakyat itu adalah suatu jalan untuk memperlakukan kedaulatan rakyat.

Usul badan pekerja KNIP itu diterima oleh presiden dengan mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 14 november 1945. Konsekuensi dikeluarkannnya Maklumat Pemerintah tersebut ialah sistem pemerintahan presidensial yang diganti menjadi sistem pemerintahan berdasarkan oleh parlementer. Disinilah letak penyimpangan konstitusional yang principal, karena Maklumat tersebut melanggar pasal 17 UUD1945. Hal ini disebabkan keadaan politik dalam negeri dan keamanan negara, seperti terjadi penculikan Perdana Menteri Sutan Syahrir tanggal 2 Oktober 1946, serangan umum belanda terhadap RI tahun 1947, dan pemberontakan PKI di madium. Keadaan politik ini memaksa presiden mengambil alih kekuasaan menjadi sistem pemerintahan presidensial.

  1. Masa orde lama

Pada bulan September 1955 dan desember 1955. Diadakan pemilihan umum, masing-masing memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Konstituante. Tugas konstituante adalah untuk membuat suatu rancangan undang-undang dasar sebagai pengganti UUDS 1950, yang menurut pasal 134 akan ditetapkan secepatnya bersama-sama dengan pemerintah. Untuk mengambil keputusan mengenai Undang-undang Dasar, maka pasal 137 UUDS 1950 menyatakan sebagai berikut.

  1. Untuk mengambil putusan tentang Rancangan Undang-undang Dasar baru, maka sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota konstituante harus hadir.
  2. Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
  3. Rancangan yang telah diterima oleh kostituante, dikirimkan kepada presiden untuk disahkan oleh pemerintah.
  4. Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera, serta mengumumkan undang-undang dasar itu dengan keluhuran.

Lebih dari dua tahun bersidang, Konstituante namun belum berhasil merumuskan Rancangan Undang-undang dasar baru. Perbedaan pendapat yang telah terjadi perdebatan-perdebatan di dalam gedung konstituante mengenai dasar negara telah menjalur keluar gedung konstituante dan diperkirakan pula akan menimbulkan ketegangan-ketegangan politik dan fisik di kalangan masyarakat. Dalam suasana seperti itu, presiden dalam pidatonya di depan sidang konstituante tanggal 22 april 1959 menyarankan “marilah kembali kepada UUD 1945.” Dalam masa orde lama, presiden, selaku pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan legislatif bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah menggunakan kekuasaannya dengan tidak semestinya. Presiden telah mengeluarkan produk legislative yang pada hakikatnya adalah undang-undang (sehingga sesuai UUD 1945 harus dengan persetujuan DPR) dalam bentuk penetapan presiden, tanpa persetujuan DPR.

  1. Masa orde baru

Gagalnya memperebutkan kekuasaan oleh G-30-S/PKI, telah dapat diungkapkan dan dibuktikan, baik melalui sidang pengadilan maupun bahan dan keterangan lainnya, bahwa PKI-lah yang mendalangi secara sadar dan berencana coup d’etat itu. Perbuatan jahat itu bukan hanya telah menimbulkan korban jiwa dan harta yang cukup besar dan melanggar hukum dan UUD yang berlaku, melainkan juga telah jelas mempunyai tujuan untuk mengganti dasar falsafah negara pancasila dengan falsafah yang lain. Dalam sejarah kemerdekaan bangsa indonesia, PKI telah dua kali mengkhianati negara, bangsa dan dasar negara. Atas dasar itulah, rakyat menghendaki dan menuntut dibubarkannya PKI. Namun, pimpinan negara waktu itu tidak mau mendengarkan dan tidak mau memenuhi tuntunan rakyat, sehingga timbullah apa yang disebut situasi politik antara rakyat di satu pihak dan presiden di lain pihak. Dengan dipelopori oleh pemuda/mahasiswa, rakyat menyampaikan tri tuntutan rakyat (TRITURA), yaitu sebagai berikut.

  1. Bubarkan PKI.
  2. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI.
  3. Turunkan harga-harga/perbaiki ekonomi.

Gerakan memperjuangkan tritura ini makin hari makin meningkat, sehingga pemerintah (presiden) semakin terdesak. Akhirnya, pada tanggal 11 Maret 1966 presiden soekarno mengeluarkan surat perintah kepada letnan jenderal TNI soeharto (Menteri/Panglima Angkatan Darat) yang intinya memberikan wewenang kepadanya untuk mengambil langkah-langkah pengamanan yang dianggap perlu untuk menyelamatkan keadaan. Lahirnya surat perintah 11 maret (supersemar) ini dianggap sebagai lahirnya pemerintahan orde baru. Mengingat pemilu adalah titik awal dari pembentukan sebuah pemerintahan demokrasi, maka kelemahan dan praktik pemilu membawa kinerja sistem politik, yaitu tercipta perwakilan politik yang kurang kondusif bagi demokrasi. Wakil rakyat lebih cenderung loyal kepada parpol yang meenunjuknya menjadi wakil rakyat dari pada rakyat pemilih (tipe partisan).

  1. Masa globalisasi

Setelah berakhirnya pemerintahan soeharto, terbukalah kesempatan para pakar untuk membicarakan perlunya undang-undang dasar 1945 dilakukan amandemen. Beberapa pakar yang mengutamakan perlunya perubahan UUD 1945 antara lain Laica Marzuki, Muchsan, dan Moh. Mahmud MD. Dalam kenyataannya, selama 32 tahun pemerintahan orde baru memberikan kekuasaan yang maha dahsyat kepada presiden, baik sebagai kepala negara maupun sebagai kepala pemerintahan, sehingga hasilnya justru lebih parah dari pada yang terjadi pada masa orde lama. Kenyataan ini menurut muchsan (1999:3-7) atas dasar indikator berikut ini.

  1. Dengan adanya fungsi antarpartai politik sehingga hanya dua partai politik dan satu golkar, telah memberangus sistem demokrasi.
  2. Adanya single majority sama dengan one party system.
  3. Secara material, presiden memiliki kekuasaan yang tidak terbatas, meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
  4. Semua lembaga pengawasan terhadap pemerintah dibuat sedemekian rupa, sehingga tidak berdaya.
  5. MPR yang merupakan corong presiden menyatakan tidak akan mengubah UUD.
  6. Semua material jabatan presiden tidak terbatas.
  7. Lembaga-lembaga tinggi negara yang lain melakukan politik “yes men”.

Sebagai usaha untuk mengembalikan kehidupan negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan UUD 1945, salah satu aspirasi yang terkandung di dalam semangat reformasi adalah melakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka pada awal globalisasi MPR telah mengeluarkan seperangkat ketetapan secara landasan konstitusionalnya, yaitu sebagai berikut.

  1. Pencabutan ketetapan MPR tentang referendum (dengan Tap. No. VIII/MPR/1998).
  2. Pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden (Tap. No. XIII/MPR/1998).
  3. Pernyataan hak asasi manusia (Tap. No. XVII/MPR/1998).
  4. Pencabutan ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4 dan penetapan tentang penegasan pancasila sebagai dasar negara (Tap. No. XVIII/MPR/1998).
  5. Perubahan pertama UUD 1945 pada tanggal 19 oktober 1999.
  6. Perubahan kedua UUD 1945 pada tanggal 18 agustus 2000.
  7. Sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan (Tap. No. III/MPR/2000).
  8. Perubahan ketiga UUD 1945 pada tanggal 1-10 november 2001.
  9. Perubahan keempat (terakhir) UUD 1945 pada tanggal 1-11 agustus 2002.

Dengan pengesahan perubahan UUD 1945, MPR telah menuntaskan reformasi konstitusi sebagai suatu langkah demokrasi dalam upaya menyempurnakan UUD 1945 menjadi konstitusi yang demokratis, sesuai dengan semangat zaman yang mewadahi dinamika perkembangan zaman. Perubahan itu menjadi suatu lembaran sejarah lanjutan setelah bung karno dan bung hatta dan rekan-rekannya berhasil menegaskan UUD 1945 dalam rapat-rapat BPUPKI dan PPKI.

C. Analisis Sidang DPR “Pilkada Langsung”

Sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yand diadakan pada hari kamis tanggal 26 september 2014 ini berlangsung ricuh. Banyak anggota DPR yang mengajukan instrupsi kepada pimpinan DPR bapak Dr. H. Marzuki Alie. Kericuhan ini bermula pada saat salah satu fraksi dari partai Demokrat yang meminta 10 syarat yang diajukan oleh partai Demokrat dalam pelaksanaan PILKADA Langsung dikabulkan, dan beberapa fraksi dari partai PDI-P, HANURA, serta PKB yang mendukung persyaratan yang diminta oleh partai Demokrat. Fraksi lain yang tak sepakat melayangkan interupsi dan meminta segera dilakukan voting untuk dua opsi antara pilkada langsung dan pilkada melalui DPRD.Sikap yang ditunjukkan oleh berbagi anggota DPR pada saat sidang tidaklah mencerminkan sikap selayaknya para pemimpin rakyat maupun orang yang berpendidikan, banyak anggota yang saling serobot untuk melayangkan instrupsi kepada pimpinan DPR tersebut. Adu debat yang tidak kunjung menumukan titik terang ini sungguh memprihatinkan, karna selain sikap mereka yang bagaikan anak kecil dan tidak mencerminkan sama sekali sikap seorang wakil rakyat yang berpendidikan namun juga banyak anggota yang kalau diperhatikan dengan baik tidak mengikuti jalannya sidang. Banyak anggota sidang yang malah asik selfie bersama, ada juga anggota sidang yang terlihat sedang tidur. Perdebatan pun memanas sampai akhirnya beberapa anggota DPR mengusulkan Priyo mencabut dua opsi tersebut. Beberapa anggota DPR yang tak mendapat kesempatan bicara melalui microphone akhirnya maju ke depan. Politisi PDI-P Maruarar Sirait menjadi anggota DPR yang naik ke tempat di mana pimpinan DPR duduk. Sampai pukul 23.57 WIB sidang paripurna kembali diskors. Para pimpinan fraksi bersama pimpinan DPR kembali melakukan lobi. hal ini tidak sepatutnya dan sepantasnya disaksikan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sebaiknya juga PILKADA ini dilakukan secara langsung karena masyarakat memiliki hak dalam memilih sendiri wakil rakyatnya dan dengan hal ini juga dapat mengurangi indikasi adanya kecurangan dalam penempatan anggota dewan.

Materi 2 (Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia)

PEMBAHASAN

 

Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya berjalan berabad-abad, dengan cara bermacam-macam dan bertahap. Sejarah perjuanagan bangsa indonesia yang panjang itu, maka perlulah ditetapkan tonggak-tonggak sejarah tersebut, yaitu peristiwa-peristiwa yang menonjol, terutama dalam hubungannya denga nilai-nilai perumusan Pancasila.

  1. Nilai-Nilai Pancasila Pada Masa Kejayaan Nasional

Menurut sejarah, kira-kira pada abad VII-XII, bangsa indonesia telah mendirikan kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan dan kemudian pada abad XIII-XVI didirikan pula kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Kedua zaman itu merupakan tonggak sejarah bangsa indonesia karena bangsa indonesia pada masa itu telah memenuhi syarat-syarat sebagai suatu bangsa yang mempunyai negara.

Menurut Mr. Muhammad Yamin, berdirinya negara kebangsaan indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap. Pertama, zaman Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600-1400). Kedua, Negara kebangsaan zaman majapahit (1293-1525). Kedua tahap negara kebangsaan tersebut adalah negara kebangsaan lama. Ketiga, negara kebangsaan modern, yaitu negara indonesia merdeka 17 Agustus 1945 (Sekertariat Negara RI. 1995: 11).

  1. Masa Kerajaan Sriwijaya

Pada abad ke VII, berdirilah kerajaan sriwijaya di bawah kekuasaan wangsa Syailendra di Sumatera. Kerajaan yang berbahasa Melayu Kuno dan menggunakan huruf pallawa tersebut dikenal juga sebagai kerajaan maritime yang mengandalkan jalur perhubungan laut. Kekuasaan Sriwijaya menguasai Selat Sunda (686), kemudian Selat Malaka (775). Sistem perdagangan telah diatur dengan baik, dimana pemerintah melalui pegawai raja membentuk suatu badan yang dapat mengumpulkan hasil kerajiinan rakyat sehingga rakyat mengalami kemudahan dalam pemasarannya.

Pada zaman Sriwijaya telah didirikan universitas agama Budha yang sudah dikenal di Asia. Pelajar dari universitas ini dapat melanjutkan studi ke India, banyak guru-guru tamu yang mengajar disini dari India, seperti Dharmakitri. Cita-cita kesejahteraan bersama dalam suatu negara telah tercermin pada kerajaan Sriwijaya, sebagaimana tersebut dalam perkataan “marvuat vannua Criwijaya Siddhayatra Subhiksa” (Suatu cita-cita negara yang adil dan makmur). (Kaelan, 1999: 27).

Unsur-unsur yang terdapat di dalam pancasila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, tata pemerintahan atas dasar musyawarah dan keadilan sosial telah terdapat sebagai asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia, yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu, hanya saja belum dirumuskan secara konkret. Dokumen tertulis yang membuktikan terdapatnya unsur-unsur tersebut ialah prasasti-prasasti di Talaga batu, Kedukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tuo, dan Kota Kapur (Dardji Darmodihardjo,1974:22-23). Pada hakikatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kejayaan Sriwijaya telah menunjukkan nilai-nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut.

  1. Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan agama Budha.
  2. Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti Harsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh nilai-nilai politik luar negeri yang bebas dan aktif.
  3. Nilai sila ketiga, sebagai negara maritim, Sriwijaya telah menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi wawasan nusantara.
  4. Nilai sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi (Indonesia sekarang) Siam, dan Semenanjung Melayu.
  5. Nilai sila kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.
  1. Masa kerajaan Majapahit

Sebelum kerajaan Majapahit berdiri telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti, yaitu Kerajaan Kalingga (abad ke-VII) dan Sanjaya (abad ke-VIII), sebagai refleksi puncak budaya dari kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama Budha pada abad ke-IX) dan candi Prambanan (candi agama Hindu pada abad ke-X). Pada abad ke-XIII, berdiri kerajaan Singasari di Kediri, Jawa Timur, yang ada hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit (1293). Zaman keemasan Majapahit terjadi pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya membentang dari Semenanjung Melayu sampai ke Irian Jaya.

Pengalaman sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah terbukti pada waktu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai. Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365) yang di dalamnya telah terdapat istilah Pancasila. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma di mana dalam buku itu terdapat seloka persatuan nasional yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda-beda, namun satu jua dan tidak ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda. Sila kemanusiaan telah terwujud, yaitu hubungan Raja Hayam Wuruk dengan baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja. Di samping itu, juga mengadakan persahabatan dengan negara-negara tetangga atas dasar Mitreka Satata. Perwujudan nilai-nilai sila persatuan Indonesia telah terwujud dengan keutuhan kerajaan, khususnya sumpah palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada yang diucapkannya pada sidang Ratu dan menteri-menteri pada tahun 1331 yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya yang berbunyi: “saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jika seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jika gurun, seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik telah dikalahkan.” (Muh Yamin, 1960: 60).

Sila kerakyatan (keempat) sebagai nilai-nilai musyawarah dan mufakat juga telah dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit. Menurut prasasti Brumbung (1329), dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasihat kerajaan, seperti Rakryan I Hino, I Sirikan, dan I Halu yang berarti memberikan nasihat kepada raja. Kerukunan dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat telah menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat dalam memutuskan masalah bersama. Sedangkan perwujudan sila keadilan sosial adalah sebagai wujud dari berdirinya kerajaan beberapa abad yang tentunya ditopang dengan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

  1. Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Sistem Penjajahan

Kesuburan Indonesia dengan hasil buminya yang melimpah, terutama rempah-rempah yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara di luar Indonesia, menyebabkan bangsa asing (Eropa) masuk ke indonesia. Bangsa eropa yang membutuhkan rempah-rempah itu mulai memasuki indonesia, yaitu Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Masuknya bangsa Eropa seiring keruntuhan Majapahit sebagai akibat perselisihan dan perang saudara, yang berarti nilai-nilai nasionalisme sudah ditinggalkan, walaupun abad ke-XVI agama islam berkembang dengan pesat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan islam, seperti Samudra Pasai dan Demak, tampaknya tidak mampu membendung tekanan bangsa Eropa memasuki Indonesia. Bangsa-bangsa eropa berlomba-lomba memperebutkan kemakmuran bumi indonesia ini. Sejak itu, mulailah lembaran hitam sejarah indonesia dengan penjajahan eropa, khususnya belanda. Masa penjajahan belanda itu dijadikan tonggak sejarah perjuangan bangsa indonesia dalam mencapai cita-citanya, sebab pada zaman penjajahan ini apa yang telah dicapai oleh bangsa indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit menjadi hilang.

  1. Perjuangan sebelum abad ke-XX

Penjajahan eropa yang memusnahkan kemakmuran bangsa indonesia itu tidak dibiarkan begitu saja oleh segenap bangsa indonesia. Sejak semula, imprialis itu menjejakkan kakinya di indonesia, di mana-mana bangsa indonesia melawannya dengan semangat patriotik melalui perlawanan secara fisik. Kita mengenal nama-nama pahlawan bangsa yang berjuang dengan gigih melawan penjajah. Pada abad ke-XVII dan XVIII perlawanan terhadap penjajahan digerakkan oleh Sultan Agung (Mataram 1645), Sultan Ageng Tirtayasa dan Ki Tapa di banten (1650), Hasanuddin di makassar 1660), Iskandar Muda di aceh (1635), untung Surapati dan Trunojoyo da jawa timur (1670), Ibnu Iskandar di Minangkabau (1680), dan lain-lain. Pada permulaan abad ke- XIX penjajah belanda mengubah sistem kolonialismenya yang semula berbentuk perseroan dagang partikelir yang bernama VOC beganti dengan badan pemerintahan resmi, yaitu pemerintahan Hindia Belanda. Semula pernah terjadi pergeseran pemertintahan penjajahan dari Hindia Belanda kepada Inggris, tetapi tidak berjalan lama dan segera kembali kepada belanda lagi. Dalam usaha memperkuat kolonialismenya, belanda menghadapi perlawanan bangsa indonesia yang dipimpin oleh Patimura (1817), Imam Bonjol di Minangkabau (1822—1837), Diponegoro di mataram (1825-1830), Badaruddin di Palembang (1817), Pangeran Antasari di Kalimantan (1860), Jelantik di bali (1850), Anang Agung made di Lombok (1895), Teuku Umar, Teuku Cik Di Tiro dan Cut Nya’Din di aceh (1873-1904), Si Singamangaraja di batak (1900).

  1. Kebangkitan Nasional 1908

Pada permulaan abad ke-XX bangsa indonesia mengubah cara-caranya dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan belanda. Kegagalan perlawanan secara fisik yang tidak adanya koordinasi pada masa lalu mendorong pemimpin-pemimpin indonesia abad ke-XX itu untuk mengubah bentuk perlawanan yang lain. Bentuk perlawanan itu ialah dengan membangkitkan kesadaran bangsa indonesia akan pentingnya bernegara. Usaha-usaha yang dilakukan adalah mendirikan berbagai macam organisasi politik di samping organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial. Organisasi sebagai pelopor pertama adalah Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Mereka yang tergabung dalam organisasi itu mulai merintis jalan baru ke arah tercapainya cita-cita perjuangan bangsa indonesia, tokohnya yang terkenal adalah dr. Wahidin Sudirohusodo. Kemudian bermunculan organisasi pergerakan lain , yaitu Sarikat Dagang Islam (1909), kemudian berubah bentuknya menjadi pergerakan politik dengan mengganti nama menjadi Sarikat Islam (1911) di bawah pimpinan H.O.S Tjokroaminoto. Berikutnya muncul pula Indische Parti (1913) dengan pimpinan Douwes Deker, Ciptomangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Namun karena terlalu radikal, pemimpinnya dibuang keluar negeri (1913). Akan tetapi, perjuangan tidak kendur karena kemudian berdiri Partai Nasional Indonesia (1927) yang dipelopori oleh Soekarno dan kawan-kawan.

  1. Sumpah Pemuda 1928

Pada tanggal 28 Oktober 1928 terjadilah penonjolan peristiwa sejarah perjuangan bangsa indonesia mencapai cita-citanya. Pemuda-pemuda indonesia yang di pelopori oleh Muh. Yamin, Kuncoro Purbopranoto, dan lain-lain mengumandangkan sumpah pemuda yang berisi pengakuan akan adanya bangsa, tanah air, dan Bahasa satu, yaitu indonesia. Melalui sumpah pemuda ini, makin tegaslah apa yang diinginkan oleh bangsa indonesia, yaitu kemerdekaan tanah air dan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan adanya persatuan sebagai suatu bangsa yang merupakan syarat mutlak. Sebagai tali pengikat persatuan itu adalah bangsa indonesia. Sebagai realisasi perjuangan bangsa, pada tahun 1930 berdirilah Partai Indonesia yang disingkat Partindo (1931) sebagai pengganti PNI yang dibubarkan. Kemudain golongan demokrat yang terdiri atas Moh. Hatta dan Sultan Syahrir mendirikan PNI baru, dengan semboyan kemerdekaan indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri.

  1. Perjuangan bangsa indonesia pada masa penjajahan jepang

Pada tanggal 7 Desember 1941 meletuslah perang pasifik, dengan dibomnya Pearl Harbour oleh jepang. Dalam waktu yang singkat, jepang dapat menduduki daerah-daerah jajahan sekutu di daerah pasifik. Kemudian pada tanggal 8 maret 1942, jepang masuk ke indonesia menghalau penjajah belanda. Pada saat itu, jepang mengetahui keinginan bangsa indonesia, yaitu kemerdekaan bangsa dan tanah air indonesia. Peristiwa penyerahan indonesia dari belanda kepada jepang terjadi di kalijati Jawa Tengah tanggal 8 Maret 1942. Jepang mempropagandakan kehadirannya di indonesia untuk membebaskan indonesia dari cengkraman belanda. Oleh karena itu, jepang memperbolehkan pengibaran bendera merah putih serta menyanyikan lagu indonesia raya. Akan tetapi, hal itu merupakan tipu muslihat agar rakyat indonesia membantu jepang untuk menghancurkan belanda. Hal ini merupakan kenyataan yang dihadapi oleh bangsa indonesia, bahwa sesungguhnya jepang tidak kurang kejamnya dengan penjajahan belanda. Bahkan pada zaman ini, bangsa indonesia mengalami penderitaan dan penindasan yang sampai kepada puncaknya. Kemerdekaan tanah air dan bangsa indonesia yang didambakan tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kedatangannya, bahkan terasa semakin menjauh, bersamaan dengan semakin mengganasnya bala tentara jepang. Sejarah berjalan terus, di mana perang pasifik menunjukkan tanda-tanda akan berakhirnya dengan kekalahan jepang di mana-mana. Untuk mendapatkan bantuan dari rakyat indonesia, jepang berusaha membujuk hati bangsa indonesia dengan mengumumkan janji kemerdekaan kelak di kemudian hari apabila perang telah selesai.

  1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Pembahasan pada sub bagian ini meliputi proses perumusan pancasila dan UUD 1945, proklamasi kemerdekaan dan maknanya, dan proses pengesahan pancasila dasar negara dan UUD 1945.

  1. Proses perumusan pancasila dan UUD 1945

Sebagai tindak lanjut dari janji jepang, maka tanggal 1 Maret 1945 jepang mengumumkan akan dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Badan Penyelidik), dalam Bahasa jepang disebut Dokuritu Zyunbi Tyoosakai. Badan penyelidik ini kemudian dibentuk tanggal 29 April 1945 dengan susuan keanggotaanya, adalah sebagai berikut. Dengan adanya Badan Penyelidik ini, bangsa indonesia dapat secara legal mempersiapkan kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai negara merdeka. Pada tanggal 29 mei 1945, badan penyelidik mengadakan sidangnya yang pertama. Beberapa tokoh berbicara dalam sidang tersebut.

  1. Muhammad Yamin (29 Mei 1945)

Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muh. Yamin mendapat kesempatan pertama mengemukakan pidatonya di hadapan sidang lengkap Badan penyelidik yang pertama. Pidatonya berisikan lima asas dasar untuk negara indonesia merdeka yang diidam-idamkan, yaitu sebagai berikut.

  • Kesejahteraan rakyat.

Setelah berpidato beliau menyampaikan usul tertulis mengenai Racangan UUD Republik Indonesia. Di dalam pembukaan dari rancangan itu tercantum perumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut.

  • Ketuhanan Yang Maha Esa.
  • Kebangsaan persatuan Indonesia.
  • Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
  • Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
  • Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Perlu dicatat, bahwa usul lima asas dasar negara yang dikemukakan oleh Mr. Muh. Yamin secara lisan dan yang dikemukakan secara tertulis terdapat perbedaan, hal itu sebagai bukti sejarah.

  1. Soekarno (1 Juni 1945)

Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya di hadapan siding hari ketiga Badan penyelidik. Dalam pidatonya diusulkan lima hal untuk menjadi dasar-dasar negara merdeka, dengan rumusannnya sebagai berikut.

  • Kebangsaan indonesia.
  • Intenasionalisme (Perikemanusiaan).
  • Mufakat (Demokrasi).
  • Kesejahteraan sosial.
  • Ketuhanan yang berkebudayaan.

Untuk lima dasar negara itu, beliau usulkan pula agar diberi nama Pancasila, yang menurut beliau diusulkan oleh kawan beliau seorang ahli bahasa. Lima prinsip sebagai dasar negara itu selanjutnya dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu, (1) sosionasionalisme (kebangsaan), (2) sosio demokrasi (mufakat), dan (3) ketuhanan. Kemudian Tri Sila dapat diperas lagi menjadi Eka Sila yang berinti gotong-royong.

  1. Proklamasi kemerdekaan dan maknanya

Pada tanggal 9 Agustus 1945, terbentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang disebut dalam bahasa jepang dokuritu zyunbi linkai. Ir. Soekarno diangkat sebagai ketua dan wakilnya Drs. Moh. Hatta. Tetapi kemudian mempunyai kedudukan dan fungsi yang penting, yaitu sebagai berikut.

  1. Mewakili seluruh bangsa indonesia.
  2. Sebagai pembentuk negara.
  3. Menurut teori hokum, badan ini mempunyai wewenang meletakkan dasar negara (pokok kaidah negara fundamental).

Pada tanggal 14 Agustus 1945, jepang menyerah kalah kepada sekutu. Pada saat itu terjadilah kekosongan kekuasaan di indonesia. Inggris diserahi oleh sekutu untuk memelihara keamanan di Asia Tenggara, termasuk indonesia. Situasi kekosongan itu tidak disia-siakan oleh bangsa indonesia. Pemimpin-pemimpin bangsa, terutama pada pemudanya, segera menanggapi situasi ini dengan mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diselenggarakan oleh PPKI sebagai wakil bangsa indonesia. Naskah proklamasi ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa indonesia, bertanggal 17 Agustus 1945. Berdasarkan kenyataan sejarah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemerdekaan indonesia bukanlah hadiah dari jepang, melainkan sebagai suatu perjuangan dari kekuatan sendiri. Proklamasi kemerdekaan negara republik indonesia tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai makna yang sangat penting bagi bangsa dan negara indonesia, yaitu sebagai berikut.

  1. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai titik puncak perjuangan bangsa Indonesia. Kemerdekaan indonesia merupakan buah perjuangan bangsa indonesia melawan penjajahan secara bertahap-tahap. Pertama, perlawanan terhadap penjajahan barat sebelum tahun 1908. Kedua, perjuangan dengan menggunakan organisasi. Ketiga, perlawanan dengan melahirkan rasa nasionalisme. Keempat, perjuangan melalui taktik kooperasi dan nonkooperasi. Kelima, perlawanan bangsa menentang penjajahan sampai kepada puncak, yaitu Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
  2. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai sumber lahirnya Republik Indonesia. Proklamasi bermakna bahwa bangsa indonesia yang selama berabad-abad dijajah telah berhasil melepaskan diri dari belenggu penjajahan dan sekaligus membentuk perubahan baru, yaitu negara Republik Indonesia, dengan membawa dua akibat. Pertama, lahirlah tata hukum indonesia sekaligus dihapusnya tata hukum colonial. Kedua, merupakan sumber hukum bagi pembentukan negara kesatuan Republik Indonesia.
  3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan norma pertama dari tata hukum Indonesia. Dengan dinyatakan kemerdekaan bangsa indonesia dilihat dari segi hukum berarti bangsa indonesia telah memutuskan ikatan dengan tata hukum sebelumnya. Dengan demikian, bangsa indonesia saat ini telah mendirikan tata hukum yang baru, yaitu tata hukum indonesia yang ditentukan dan dilaksanakan sendiri oleh bangsa indonesia. Proklamasi kemerdekaan merupakan perwujudan formal dari salah satu revolusi bangsa indonesia untuk menyatakan, baik kepada diri sendiri maupun kepada dunia luar (internasional).
  1. Proses pengesahan UUD 1945

Sehari setelah proklamasi pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama dengan menyempurnakan dan mengesahkan UUD 1945. UUD 1945 terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pembukaan dan bagian batang tubuh UUD. Hasil sidang pertama menghasilkan keputusan sebagai berikut.

  1. Mengesahkan undang-undang dasar 1945 yang meliputi sebagai berikut.
  • Melakukan beberapa perubahan pada piagam jakarta yang kemudian berfungsi sebagai pembukaan UUD 1945.
  • Menetapkan rancangan hukum dasar yang telah diterima Badan Penyelidik pada tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami berbagai perubahan karena berkaitan dengan perubahan piagam Jakarta, kemudian berfungsi sebagai Undang-undang dasar 1945.
  1. Memilih presiden dan wakil presiden pertama.
  2. Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai Badan Musyawarah Darurat.

Rumusan dasar negara pancasila yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sah dan benar, karena di samping mempunyai kedudukan konstitusional, juga disahkan oleh suatu badan yang mewakili seluruh bangsa indonesia (Panitia Persiapan Kemerdekaan) yang berarti telah disepakati oleh seluruh bangsa indonesia.

  1. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Indonesia

Pembahasan subbagian ini tentang perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan indonesia, meliputi periode (masa) revolusi fisik, demokrasi liberal, orde lama, orde baru, dan era global.

  1. Masa revolusi fisik

Undang-undang dasar 1945 dibentuk dalam waktu singkat dan secara keseluruhan oleh badan penyelidik usaha persiapan kemerdekaan dan panitia persiapan kemerdekaan indonesia. Oleh pembentuk UUD 1945 disadari, bahwa untuk membentuk lembaga-lembaga negara tingkat pusat, serta peraturan perundang-undangan sebagaimana dikehendaki oleh UUD 1945 adalah membutuhkan waktu lama.

  1. Masa demokrasi liberal

Belanda mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka. Merka tidak tinggal diam, mereka ingin menjajah kembali seperti tempo dahulu. Masuknya Belanda dan menduduki wilayah Republik Indonesia, dilakukan dengan cara membonceng tentara Sekutu yang bertugas melucuti tentara Jepang di Indonesia, setelah Jepang menyatakan kekalahannya dalam Perang Dunia II.

Beberapa daerah di mana Belanda mendudukinya diusahakan terbentuknya negara-negara kecil yang bersifat kedaerahan beserta dengan pemerintahannya. Sejak saat itu wilayah negara Republik inndonesia berkembang menjadi dua pemerintahan, yaitu :

  1. Pemerintahan Republik Indonesia yang mempertahankan kemerdekaannya serta kedaulatannya baik terhadap pihak Belanda maupun terhadap pihak dunia luar berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
  2. Pemerintahan negara-negara kecil yang didirikan oleh atau paling tidak atas bantuan Belanda.

Sikap dan usaha Belanda dimana-mana mendapatkan perlawanan sengit dari bangsa Indonesia. Namun, Belanda telah berhasil membentuk negara-negara kecil, yaitu :

  1. Negara Indonesia Timur (1946)
  2. Negara Sumatera Timur (1947)
  3. Negara Pasundan (1948)
  4. Negara Sumatera Selatan (1948)
  5. Negara Jawa Timur (1948)
  6. Negara Madura (1948)

Negara-negara itulah yang kemudian bergabung dalam Bijeenkomst Voor Federal Overleg (BOF), atau pertemuan untuk musyawaratan federal, yang merupakan aliran federalism atas usaha Belanda.

  1. Masa orde lama

Pemilu tahun 1995, dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan masyarakat, bahkan kestabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun hankam. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

  1. Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap perekonomian Indonesia.
  2. Akibat silih bergantinya cabinet, maka pemerintah tidak mampu menyalurkan dinamika masyarakat kea rah pembangunan, terutama pembangunan bidang ekonomi.
  3. System liberal berdasarkan UUDS 1950 mengakibatkan cabinet jatuh bangun sehingga pemerintahan tidak stabil.
  4. Pemilu 1995 ternyata dalam DPR tidak mencerminkan perimbangan kekuasaan politik yang sebenarnya hidup dalam masyarakat, karena banyak golongan-golongan di daerah-daerah belum terwakili di DPR.
  5. Konstituante yang bertugas membentuk UUD yang baru ternyata gagal.

Atas dasar hal tersebut Presiden (Ir. Soekarno) menyatakan, bahwa negara dalam keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa serta keselamatan negara. Untuk itu, Presiden mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 juli 1959. Isi dekrit tersebut yaitu :

  1. Membubarkan Konstituane.
  2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlaku lagi UUDS 1950.
  3. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
  1. Masa orde baru

Orde baru adalah era pemerintahan pengganti pemerntah orde lama. Pemerintahan orde lama melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam rangka “Revolusi Indonesia Belum Selesai”. Orde baru bertolak belakang dengan orde lama dalam hal kebijakan ekonomi. Akan tetapi, dalam hal sistem dan kebijakan politik cenderung otoriter dan monopolistic sebagai pelanjut dari rezim orde lama. Konsentrasi kekuasaan di tangan pemerintah yang memungkinkan oposisi tidak dapat melakukan control. Pemerintah menganut kebijakan ekonomi campuran sehingga ekonomi nasional meningkat rata-rata 7 persen dari tahun 1969 hingga decade 1980-an, tetapi kemudian membuka praktik monopoli, korupsi, dan kolusi yang berskala massif antara penguasa dengan penguasa. Penyimpangan serta skandal raksasa di bidang ekonomi banyak terjadi, seperti pada kasus Bank Duta, Bapindo, dan lain-lain. Menurut Didik Rachbini, pada tahun 1993 sekitar 1 persen penduduk memperoleh 80 persen pendapat nasional, sedaangkan 99 persen penduduk di tingkat bawah dan menengah menerima 20 persen.

  1. Masa era global

Penyimpangan kehidupan bernegara era orde baru sampai kepada puncaknya dengan muncul krisis moneter yang berakibat jatuhnya Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Pada masa era grobal, telah tiga kali pergantian Presiden, yaitu Presiden B.J. Habibie dengan Kabinet Reformasi Pembangunan, Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Presiden hasil Pemilu tahun 1999 dengan Kabinet Persatuan Nasional, namun Presiden Abdurrahman Wahid diperhentikan oleh MPR karena dianggap melanggar haluan negara, kemudian digantikan oleh Presiden Megawati dengan Kabinet Gotong Royong. Pada masa orde global ini, pembangunan nasional dilaksanakan tidak lagi seperti orde baru yang dikenal dengan nama rencana pembangunan lima tahun (Repelita), melainkan dengan nama program pembangunan nasional (Propenas). Propenas yang telah disusun oleh Bappenas, berlaku untuk tahun 2000-2004. Propenas tersebut meliputi berbagai bidang.

Materi 1 (Pendidikan Pancasila : Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila)

1.1 PENDAHULUAN
Pancasila merupakan dasar dari negara Republik Indonesia, yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersamaan dengan batang tubuh UUD 1945.
Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik dengan kata lain, dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu. Berdasarkan kenyataan tersebut gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif. Pandangan sinis serta upaya melemahkan ideologi Pancasila berakibat fatal yaitu melemahkan kepercayaan rakyat yang akhirnya mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, contoh: kekacauan di Aceh,Kalimantan, Sulawesi, Ambon , Papua, dll. Berdasarkan alasan tersebut, maka tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara untuk selalu mengkaji dan mengembangkan Pancasila setingkat dengan idelogi/paham yang ada seperti Liberalisme, Komunisme, Sosialisme. Diharapkan hal tersebut dapat sebagai pembekalan kepada mahasiswa diindonesia agar dapat memupukkan nilai-nilai sikap dan kepribadian diandalkan kepada pendidikan pancasila.

1.2 LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
Landasan pendidikan pancasila terdiri dari 4 landasan pendidikan, yaitu landasan historis, landasan kultural, landasan yuridis, dan landasan filosofis. Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing landasan pendidikan pancasila:
Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk dengan melalui proses yang begitu panjang mulai dari jaman kerajaaan kerajaan kutai, sriwijaya, majapahit, hingga datangnya para penjajah ke negara ini. Bangsa Indonesia memiliki berbagai nilai-nilai kebudayaan, adat istiadat serta nilai-nilai agama yang secara historis melekat pada bangsa ini, sehingga dengan demikian bangsa Indonesia berjuang agar dapat menemukan jati diri sebagai suatu bangsa yang merdeka dan memiliki prinsip dalam pandangan hidup serta filsafat hidup yang tersimpul pada cirri khas dan karakter bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain. Bangssa Indonesia juga harus memiliki visi serta misi yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing ditengah masyarakat internasional yang dilaksanakan atas kesadaran berbangsa yang bertumpu pada sejarah bangsa.
Landasan Kultural
Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan telah melekat pada diri bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan suatu hasil konseptual dari seseorang saja, melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui berbagai proses refleksi filosofi para pendiri Negara seperti Soekarno, M. Yamin, M. Hatta, Soepomo, serta para tokoh pendiri Negara lainnya. Oleh karena itu sangat penting bagi para penerus bangsa agar mampu meneruskan tanggung jawab dalam melestarikan serta mengembangkan bangsa agar menjadi suatu bangsa yang lebih maju lagi sesuai dengan tuntutan jaman.
Landasan Yuridis
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di pendidikan tinggi tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 mengenai system Pendidikan Nasional, dimana pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa system pendidikan nasional berdasarkan Pancasila yang artinya bahwa pancasila merupakan sumber hukum pendidikan nasional. Pada UU No. 2 tahun 1989 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 menyatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.

Berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, mengenai Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, dengan pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok mata kuliah pendidikan kewarganegaraan wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan. Penyelenggaraan pendidikan pancasila di Perguruan Tinggi lebih penting lagi karena Perguruan Tinggi sebagai agen perubahan yang melahirkan intelektual-intelektual muda yang kelak akan menjadi tenaga inti pembangunan dan pemegang estafet kepemimpinan bangsa dalam setiap strata lembaga dan badan-badan negara, lembaga-lembaga daerah, lembaga-lembaga infrastruktur politik dan sosial kemasyarakatan, lembaga-lembaga bisnis, dan lainnya.
Sebagai pelakasanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendididkan Tinggi mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, mengenai Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Pada pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila terdiri atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut diharapan agar mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mampu mengenali masalah hidup terutama masalah yang terdapat pada kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi terciptanya suatu persatuan bangsa.
Landasan Filosofis
Pancasiala merupakan dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia, oleh karna itu sudah mejadi suatu keharusan moral bagi anak bangsa untuk secara konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Syarat mutlak suatu negara adalah dengan adanya persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat (unsur pokok negara), dengan demikian rakyat merupakan dasar ontologis demokrasi karena rakyat merupakan asal mula terbentuknya dan kekuasaan suatu negara. Setiap aspek penyelanggaraan Negara harus bersumber pada nilai-nilai pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan Indonesia. Oleh sebab itu dalam perealisasian kenegaraan termasuk dalam suatu proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hokum, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.
Rumusan tentang pancasila tidak muncul dari sekedar pemikiran logis-rasional, tetapi digali dari akar budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itulah pancasila disebut mengandung nilai-nilai dasar filsafat (philosophische gronslag), merupakan jiwa bangsa (volksgeist) atau jati diri bangsa (innerself of nation), dan menjadi cara hidup (way of life) bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Pendidikan pancasila perlu karna dengan cara itulah karakter bangsa dapat dilestarikan, terpelihara dari ancaman gelombang globalisasi yang semakin besar.

TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA
Pada UU No. 2 tahun 1989 mengenai system Pendidikan Nasional dan juga termuat dalamSK Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep/2001, menjelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada morall yang diharapkan terwujud dalam setiap kehidupan sehari-hari, yaitu :
Beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, disini maksudnya ialah perilaku yang memancarkan iman serta taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas golongan agama, kebudayaan serta beraneka ragam kepentingan melalui sikap dan perilaku sebagai berikut:
Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai hati nuraninya.
Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta berbagai cara dalam mengatasi permaslahan tersebut.
Mengenali kemampuan untuk memaknai setaip perubahan-perubahan dan setiap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Memiliki kemampuan dalam memaknai setiap peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
Berkemanusiaan yang adil dan beradab
Mendukung persatuan bangsa
Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan individu/golongan, sehingga perbedaan pemikiran diarahkan pada suatu perilaku yang mendukung upaya demi terwujudnya ssuatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam masyarakat.
Melalui pendidikan pancasila diharapkan warga Negara Indonesia dapat mampu memahami, menganalisa dan menjawab (menyelesaikan) setiap permasalahan yang tengah dihadapi oleh bangsanya secara berkesinambungan dan koonsisten dengan cita-cita serta tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.

PANCASILA SECARA ILMIAH
Pancasila termasuk dalam filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat ilmiah seperti yang telah dikemukakan oleh Ir. Poedjowijanto dalam bukunya “Tahu dan Pengetahuan” yang mencantumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
Berobyek
Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek material. Pancasila dapat dilihat dari berbagaai sudut pandang, misalnya : Moral (moral pancasila), Ekonomi (ekonomi pancasila), Pers (pers pancasila), Filsafat (filsafat pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila iaalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian pancasila baik yang bersifat empiris maupun non empiris. Obyek pembahasan pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam mayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek material empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek material non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nili-nilai religious yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.
Bermetode
Metode merupakan cara atau system pendekatan dalam rangka pembahasan pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode “analitico synthetic” yaitu merupakan suatu perpanduan metode analisis dan metode sintesa. Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka dari itu sering digunakan metode “hermeneutika” yaitu meerupakan suatu metode untuk menemukan makna dibalik suatu obyek, demikian juga dengan metode “koherensi historis” serta metode “pemahaman penafsiran dan interpretasi”. Metode-metode tersebut didasakan atas hokum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.
Bersistem
Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian yang saling berhubungan baik hubungan interelasi (saling berhubungan) maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.
Universal
Kebenaran dari suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal yang berarti kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai yang terkandung pada pancasila bersifat universal, esensi atau memiliki makna yang terdalam dari sila-sila pancasila pada hakekatnya bersifat universal.

BEBERAPA PENGERTIAN PANCASILA
Pancasila bila dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik daalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideology Negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai macam terminology yang harus kita deskripsika secara obyektif. Maka dari itu untuk memahami pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian pancasila meliputi:
Pengertian Pancasila secara Etimologis
Secara etimologis kata pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di india. Pancasyila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzinah, berdusta dan larangan minum minuman keras. Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan india masuk ke Indonesia sehingga ajaran pancasila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan bahwa raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima laarangan (mo limo/M5) : mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).
Pengertian Pancasila Secara Historis
Pada siding BPUPKI pertama dengan tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir. Soekarno membahas mengenai dasar negara yang akan diterapkan. Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk pembukaan yang didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar Negara (pancasila). Secara historis proses perumusan pancasila adalah :
Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 19 Mei 1945, M. Yamin mengusulkan lima asas dasar negara, yaitu :
Peri Kebangsaan
Peri Kemanusiaan
Peri Ketuhanan
Peri Kerakyatan
Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasaar negara, yaitu:
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kebangsaan Persatuan Indonesia
Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
Kerakyataan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadislan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara, yaitu :
Persatuan
Kekeluargaan
Keseimbangan lahir dan bathin
Musyawarah
Keadilan rakyat
Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks, sebagai berikut :
Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
Internasionalisme atau Perikemanusiaan
Mufakat atau Demokrasi
Kesejahteraan Sosial
Keutuhan yang berkebudayaan
Selanjutnya beliau mengussulkan keliama sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah “gotong royong”.
Pengertian Pancasila Secara Terminologis
Dalam pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila, sebagai berikut:
Ketuhanan Yang Maha Esa
Keamanusian yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksannan dalam permusyawaratan/perwakilan
Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Repunblik Indonesia.

Tugas 2 V-Class (Org dan Mnj. Pers. Industri)

TUGAS 2 V-CLASS

NAMA : IRDA APRIANTI
KELAS : 2ID04
NPM : 33412777

1. Jelaskan perbedaan pokok antara leader dengan manajer!
2. Jelaskan tipe kepemimpinan yang cocok bagi organisasi bisnis yang adaptif terhadap perubahan lingkungan yang dinamis! Berikan alasannya!
3. Jelaskan hubungan antara motivasi dengan perilaku! Berikan contoh!
4. Jelaskan cara untuk memotivasi karyawan agar memiliki kinerja yang tinggi !

JAWAB
1. Pemimpin (leader) merupakan seorang pemimpin yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan personality atau authority(berwibawa). Ia disegani dan berwibawa terhadap bawahan atau pengikutnya karena kecakapan dan kemampuan serta didukung perilakunnya yang baik. Pemimpin (leader) dapat memimpin organisasi formal maupun informal, dan menjadi panutan bagi bawahan (pengikut)nya. Biasanya tipe kepemimpinannya adalah “partisipatif leader” dan falsafah kepemimpinannya adalah “pimpinan untuk bawahan”.
Sedangkan Manajer juga merupakan seorang pemimpin, yang dalam praktek kepemimpinannya hanya berdasarkan pada “kekuasaan atau authority formalnya” saja. Bawahan atau karyawan atau staf menuruti perintah-perintahnya karena takut dikenakan hukuman oleh manajer tersebut. Manajer biasanya hanya dapat memimpin organisasi formal saja dan tipe kepemimpinannya ialah “autocratis leader” dengan falsafahnya ialah bahwa “bawahan adalah untuk pemimpin”.

2. Menurut Boston Consulting Group (BCG) ada dimensi adaptive leadership (kepemimpinan yang adaptif) yaitu navigating the business environment (mengarahkan lingkungan bisnis). Terdapat faktor yang perlu dilihat yaitu antisipasi adanya ketidakpastian dan mengadopsi pendekatan dengan cara baru yang bersifat darurat dan jangka pendek. Keadaan darurat perlu adanya interaksi yang intesnsif diantara pelaku yang memerlukan keputusan cepat dan tidak perlu sepenuhnya mengikuti manual atau standar kerja. Jadi tipe kepemimpinan yang cocok adalah demokratis, karena sesuai dengan sifatnya tipe kepemimpinan ini selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha mencapai suatu tujuan serta selalu berusaha mensinkronisasi kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari bawahannya.

3. Hubungannya antara motivasi dengan perilaku yaitu bahwa motivasi merupakan suatu konstruk yang dimulai dari adanya need atau kebutuhan pada diri individu dalam bentuk energi aktif yang menyebabkan timbulnya dorongan dengan intensitas tertentu yang berfungsi mengaktifkan, memberi arah, dan membuat persisten (perilaku berulang-ulang) dari suatu perilaku untuk mengatasi atau memenuhi kebutuhan yang menjadi penyebab timbulnya dorongan itu sendiri.
Contoh : apabila seorang karyawan yang melakukan segala tugasnya dengan tidak sungguh-sungguh atau bermalas-malasan dan tidak disiplin maka dirinya membutuhkan suatu motivasi yang dapat membangun dan dapat meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik lagi baik itu dengan pemberian reward terhadap hasil kerja dan prestasinya, pemberian fasilitas yang dapat menunjang pekerjaanya atau apapun itu dari atasannya, sehingga karyawan tersebut dapat termotivasi dalam menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan dapat memberikan hasil yang optimal bagi perusahaan tersebut.

4. Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan:
a. Prinsip partisipasi. Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
b. Prinsip Komunikasi. Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
c. Prinsip mengakui andil bawahan. Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
d. Prinsip pendelegasian wewenang. Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
e. Prinsip memberi perhatian. Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang di inginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan pemimpin.